Warung Bebas

Sunday 26 December 2010

Jendela Rumah sakit

Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit.
Seorang di antaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya.
Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunua yang ada di kamar itu.

Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya.
Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama saru jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.

“Di luar jendela, tampak sebuah teman dengan kolam yang indah, itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah.”

Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemangdangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.

Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas.Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah.
Begitulah seterusnya, dari hari ke hari, satu minggu pun berlalu.

Suatu pagi,perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawar lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah. Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti semua kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.

Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan di dunia luat melalui jendela itu. betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG !!!

Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang buta bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun.
“Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup” Kata perawat itu.

Renungan :

Kita percaya, setiap kata selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Setiap kata, adalah layaknya pemicu yang mampu menelisik sisi terdalam hati manusia, dan membuat kita melakukan sesuatu. Kata-kata, akan selalu memacu dan memicu kita untuk berpikir, dan bertindak.

Kita percaya, dalam kata-kata, tersimpan kekuatan yang sangat kuat. dan kita telah sama-sama melihatnya dalam cerita tadi. Kekuatan kata-kata, akan selalu hadir pada kita yang percaya.

Kita percaya, kata-kata yang santun, sopan, penuh dengan motivasi, bernilai dukungan, memberikan kontribusi positif dalam seetiap langkah manusia. Ucapan-ucapan yang bersemangat, tutur kata kata yang membangun, selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Ada hal-hal yang mempesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain. menyampaikan keburukan sebanding dengan setengah kemuraman, namun. Menyampaikan kebahagiaan akan melipatgandakan kebahagiaan itu sendiri.

Artikel Dari : Moslemblog's

Goresan tinta seorang istri sholehah.


Suamiku ………

Terimakasih Kau Selalu Menemaniku .....
Sepekan berlalu setelah kelahiran putri kedua kita. Aku begitu bahagia, Allah memberikan amanah baru bagi kita.

Seorang anak yang selama 7 bulan berada dirahimku, dimana kulalui malam demi malam dalam kontraksi panjang dan sakit pinggang.
Masih jelas kuingat wajah cemasmu saat menemaniku berjuang menghadirkan bayi kecil kita. Ada tatapan penuh cinta yang terpancar darimu,

Masih jelas kuingat wajah cemas tatapan yang membuatku tegar saat aku harus menerima kenyataan bahwa bayi kecil kita lahir premature.

Genggaman tanganmulah yang meyakinkanku bahwa kita mampu menjadi orangtua hebat untuk seorang bayi yang kuat. Saat aku tak mampu menahan laju air mataku, engkaulah yang dengan cinta menghapusnya perlahan.

Suamiku, aku sadar betapa lemahnya aku tanpamu. Disaat aku tak memiliki kekuatan untuk bertahan, aku selalu memohon pada-Nya untuk menghadirkan kekuatan baru melaluimu. Dan…setelah satu setengah tahun mengarungi samudera hidup bersamamu, aku semakin yakin akan tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Terimakasih untuk semua cinta yang kau hadirkan dalam hidupku. Sungguh aku tak pernah mencintai seseorang seperti aku mencintaimu sebelumnya.

Terimakasih untuk setiap kesabaran dan ketegaran yang kau hadirkan dalam rumah tangga kita. Meski aku tahu, kau pun laki-laki biasa yang kadang dapat lelah mengemudikan bahtera kita. Jangan pernah takut untuk berhenti sejenak dan mengumpulkan kekuatan baru, sayang. Karena aku akan selalu menemanimu, percayalah!

Terimakasih, karena kau telah menjadikan aku wanita yang seutuhnya. Kau menjadikan aku, ibu dari putri – putri kita yang menggemaskan. Aku berjanji akan mendidik mereka untuk selalu taat pada Rabb kita. Kekuatan Tertinggi Cinta kita.

Jika aku harus memilih memiliki tubuh langsing seperti sebelum menikah atau berperut buncit karena mengandung anak kita. Maka aku akan memilih untuk mengandung, karena disaat itulah aku rasakan kekuatan untuk melindungi dan mencintai..

Jika aku harus memilih memiliki payudara indah seperti para model atau payudara yang membengkak karena air susu. Maka aku akan memilih payudara membengkak yang mampu memberi kehidupan. Karena disanalah aku belajar untuk berkorban dan memberi kehidupan.

Jika aku harus memilih untuk melahirkan sesar atau berjuang untuk melahirkan. Maka aku akan memilih untuk berjuang sekuat tenaga melahirkan anak kita. Karena menunggu kelahiran anak kita dari menit ke menit, yang begitu menyakitkan adalah seperti menunggu antrian menuju Jannah-Nya. Sehingga ketika bayi kecil kita terlahir dengan Asma Allah, para malaikat pun tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit.

Jika aku harus memilih hidup tanpa beban dan bebas seperti saat aku belum menikah atau hidup dengan segala keterbatasan bersamamu dan buah cinta kita. Maka aku akan memilih untuk selalu bersamamu.

Percayalah, aku tak pernah menyesali keputusan untuk menikah denganmu diusia dini, bahkan sebelum aku berhasil merampungkan kuliahku. Aku tak pernah menyesal memilih seorang laki-laki sederhana untuk menjadi Qowwam dalam rumahtangga. Karena laki- laki sederhana itu menghadirkan banyak cinta untukku.

Tetaplah bersamaku mengarungi bahtera ini, karena akan begitu banyak ombak yang akan menghadang lajunya. Tetaplah menggenggam tanganku dalam keyakinan berpasrah atas setiap ketentuan-Nya. Tetaplah mencintaiku dengan cinta yang tiada pernah ingkar…

Aku begitu bahagia menjadi istrimu….

(Ketika harapan baru lembaran kehidupan kembali terbuka) 

Sumber : Moslemblog's

untuk saudariku sebuah renungan..


Buat segenap remaja putri yang mengimani Alloh… buat siapa saja yang hari ini menjadi Muslimah Sejati … kemudian esok bakal menjadi istri dan selanjutnya menjadi ummi.

Wahai wanita yang mengimani Allah sebagai Rabb-nya, Islam sebagai Dien-nya dan Muhammad sebagai Nabi serta Rasulnya. Mudah-mudahan engkau pernah membaca seruan nan luhur dari Allah aza wajalla : “Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melembut-lembutkan suara) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap berada di dalam rumahamu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya…
(Al Ahzab: 32-33)

Itulah seruan Alloh kepada siapa saja yang memahami firman-Nya:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan wanita yang mukmin apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang saiap yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dalam kesesatan yang nyata.
(Al Ahzab: 36)

Wahai ukhti… bacalah dan jangan terperdaya. Engkau hidup di zaman dimana kehinaan telah menguasai keutamaan. Karena itu berhati-hatilah terhadap mode-mode busana menyolok para wanita telanjang, mode-mode yang menjadi salah satu penyebab kejahatan dan kerusakan.

Wahai ukhti… janganlah engkau terperdaya oleh para dajjal, turis-turis yang menyerukan tabarruj dan buka-bukaan. Mereka adalah musuh-musuhmu wahai putri Islam-khususnya- dan musuh para kaum muslimin pada umumnya.

Wahai ukhti… sebenarnya Alloh telah menurunkan ayat-ayatNya yang telah jelas, supaya dengan melaksanakan tuntunan-tuntunan syari’at yang ada di dalamnya, engkau menjadi terpelihara dan tersucikan dari kotoran-kotoran jahiliyah yang hari ini, musuh-musuh Islam, para penyeru kebebasan, berusaha keras untuk sekali lagi mengembalikan kaum wanita ke abad jahiliyah dengan bersembunyidi bawah cover Peradaban, Modernisasi dan Kebebasan.

Namun sebenarnya orang-orang gila itu lupa dan tidak pernah memperhatikan bahwa wanita muslimah tidak mungkin akan dapat menerima pembebasan dirinya lepas dari pengabdiannya kepada rabb-Nya untuk kemudian jatuh menjadi mangsa bagi budak-budak tentara iblis.

Wahai putri Islam…para penyeru tabarruj dan buka-bukaan amat berambisi untuk melepaskan hijabmu, mereka berlomba-lomba ingin mengeluarkanmu dari rumah-rumahmu dengan dalih emansipasi.

Sayang seribu kali sayang, ternyata banyak wanita yang telah keluar rumah dengan pakaian yang menampakan ketelanjangannya (berpakaian tapi telanjang). Mereka berjalan berlenggak-lenggok, sanggul kepalanya seperti punuk onta, menggugah kelelakian kaum lelaki dan membangkitkan letupan-letupan nafsu seksual yang mestinya terpendam.

Wahai putri fitrah… janganlah engkau tertipu dengan semboyan peradaban yang sebenarnya hanya akan menjajakan wanita sebagai barang dagangan yang ditawarkan kepada siapa saja yang menghendakinya. Jangan pula engkau tertipu dengan tipu daya yang tak tahu malu. Allah berfirman : “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan manusia yang ada di muka bumi niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh, tidaklah mereka mengikuti melainkan hanya persangkaan belaka dan tidaklah mereka melainkan hanya berdusta.
(Al An’am: 116)

Pada busana sebatas lutut engkau bergegas? Demi Allah, sungai manakah yang kan engkau seberangi ?

Seolah pakaian masih panjang di pagi hari

Namun kian tersingsing saat demi saat

Engkau sangka kamu laki-laki itu tanpa rasa ?

Sebab engkau mungkin tak lagi punya rasa ?

Tidak malukah engkau terhadap pandangan-pandangan mata itu ?

Aduhai ukhti… ! bacalah dan jangan terperdaya! Malukah engkau untuk bertaqwa dan berbusana iman ? Sementara engkau tiada malu untuk bertabarruj dan buka-bukaan ?

Wahai ukhti…, adakah akan merugikanmu penghinaan kaum juhala (orang-orang yang bodoh) itu selama kita berada di atas al haq sedang mereka di atas al bathil ?

Tidakkah engkau dengar firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulunya di dunia menertawakan orang-orang yang beriman. Dan bila orang-orang yang beriman lewat di hadapan mereka mereka saling mengedip-edipkan matanya. Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali dengan gembira. Dan jika mereka melihat orang-orang mukmin mereka berkata: ‘Sungguh mereka itu benar-benar orang yang sesat’, padahal orang-orang yang berdosa itu tiada dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini, orang–orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Al Muthafifin: 29-36)

Wahai ukhti… siapa yang kelak tertawa di akhirat niscaya dia akan banyak tertawa.

Atau engkau pernah berfikir bahwa hijabmu itu akan menghalanginya untuk mendapatkan seorang suami?

Hai ukhti… Demi Allah! Pikiran itu hanyalah waswasah (bisikan) syetan.

Tidakkah engaku tahu bahwa Allah telah menetapkan bagi wanita pasangannya masing-masing? Maka karena itu dengarkan firman-Nya:

“Perempuan-perempuan buruk (jahat) untuk pasangan laki-laki yang buruk (jahat). Laki-laki yang buruk untuk pasangan perempuan-perempuan yang buruk pula. Dan perempuan-perempuan yang baik untuk pasangan laki-laki yang baik untuk pasangan perempuan-prempauan yang baik.”
(An Nur: 26)

Oleh sebab itu mestinya engkau jangan ridha kecuali jika menjadi pedamping seorang suami yang baik, yang berpegang teguh pada ajaran diennya dan selalu merasa diawasi oleh Rabbnya.

Suami seperti inilah yang engkau bakal merasa aman bagi jaminan hidup masa depanmu. Lihatlah! Di sana banyak sekali putri-putri sebangsamu yang terjebak dalam tipu daya kehidupan Romantisme dan Cinta menyesatkan. Ternayata banyak di antara mereka kemudian gagal dalam menempuh jalan hidupnya…. Begitu tragis.

Alloh berfirman: “…barang siapa yang bertqwa kepada Alloh niscya Alloh butakan baginya jalan keluar dan niscaya Dia akan memberinya rizki dari jalan (arah) yang tiada disangka-sangkanya.”
(At Thalaq: 2-3)

Tapi bagaimanakah engkau sanggup berbusana seperti ini di tengah musim panas dan teriknya sengatan matahari ?

Wahai putri fitrah… sesungguhnya di dalam iman terdapat rasa manis bagi jiwa dan rasa tentram bagi dada. Kalau engkau tahu bahwa neraka jahannam itu lebih panas niscaya segala rasa panas dunia akan, menjadi ringan bagimu.

Ketahuilah, sungguh seringan-ringannya orang yang disiksa di neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah telapak kakinya diletakkan sepotong ‘bara’ dari api neraka, tetapi dari sepotong bara di bawah kakinya itu kan mendidih otaknya…

Waspadalah akan godaan-godaan syetan. Dengan demikain apakah gerangan yang menyebabkanmu berpaling dari seruan Alloh? Dunia dan perhiasannyakah …?

Bacalah firman-Nya:

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permaianan, perhiasan dan bermegah-megahan anatar kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak seperti hujan yang tanam-tanamannya itu mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu melihat warnanya menjadi kuning kemudian manjadi hancur. Dan akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunaan dari Alloh serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenagan yang menipu.”
(Al Hadid: 20)

Atau adakah engaku kini sedang bergembira ria dengan para pemuda dan dengan dunia kecantikan, seraya engaku katakana: “Nantilah saya akan berhijab kalau umurku sudah tua” ?

Ketahuilah –semoga Alloh menunjuki kita semua- bahwa apa yang engku gembirakan itu adalah nikmat Alloh sebab; “Apa-apa yang ada padamu dari suatu nikmat maka ia adalah datangnya dari Alloh.”
(an Nahl: 53)

Mestinya engkau wajib bersyukur kepada Alloh dengan cara mentaati-Nya.

betapa banyak remaja yang hari-harimnya penuh tawa…

padahal kain-kain kafan t’lah siap untuknya

sedang ia tak mengira betapa banyak temanten putri dihias ‘tuk sang suami tiba-tiba nyawa melayang di malam taqdir

Wahai ukhti… kembalilah segera kepada nilai-nilai dan prinsip Islam, niscaya harga diri dan kehormatanmu akan terjaga di hadapan siapa saja. Angkatlah kemuliaanmu wahai ukhti dengan cara menutup aurat dan berhijab. Semoga Alloh memberi taufik kepada kita semua untuk bisa melakukan apa yang dicintai dan diridahi-Nya. Akhirnya aku memohon pada Allah agar Ia menjadikan amalan kita ikhlas karena wajah-Nya.

Sumber : abna-aulad.blogspot.com

Umi, Ibu, Bunda...


Imam Adz Dzahabi dalam kitabnya Al-Kabair berkata :

“Ibumu telah mengandungmu didalam perutnya selama sembilan bulan seolah – olah sembilan tahun . Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya. Dan dia telah menyusuimu dari teteknya dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.

Dan dia cuci kotoranmu dengan tangan kanannya, dia utamakan dirimu atas dirinya serta atas makanannya. Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu dan seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.

Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik. Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Tatkala ibumu membutuhkanmu disa’at dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu. Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau puas dalam keadaan dia haus. Dan engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu. Dan engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia buat.

Dan rasanya berat atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Dan engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek. Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu. Padahal Allah telah melarangmu berkata ” ah ” dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Dan engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu. Dan Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul’aalamin.”

Sumber : abna-aulad.blogspot.com

“Wasiat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhu-

Penulis : Abu Khaulah Zainal Abidin

Wahai para orang tua….

Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Jagalah hak-hak ALLAH, niscaya ALLAH pun akan menjaga kalian.“-) ?. Kemudian apa kata mereka setelah mendengar wejangan ini? Mengertikah mereka, apa makna menjaga ? Ingat! Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- menyampaikan kalimat ini kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhu-, yang usianya ketika itu belum mencapai 10 tahun. Dan Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- mengerti makna kiasan -yang sangat indah dan halus- tersebut yang artinya menjaga perintah dan larangan ALLAH.


Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu:(-”Jika berdo’a, berdo’alah kepada ALLAH. Dan jika meminta pertolongan, mintalah kepada ALLAH.”-) ?Melalui lafadznya saja sudah dimaklumi, bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bukan sedang memerintahkan Ibnu Abbas berdo’a – melalui wasiat ini-, bukan pula sedang mengajarkannya, tetapi Beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- sedang mengajarkan arti Tauhid dan menanamkannya.

Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui akan adanya ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a atau meminta jika yang diserunya itu tak ia yakini ada. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan akan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa Yang Mencipta, Memiliki, dan Mengatur alam semesta ini.

Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mampu mendengar dan memahami, sebagaimana tak mungkinnya seseorang mengutarakan hajat dan maksudnya kepada yang tak mampu mendengar dan mengetahui isi pembicaraannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Mendengar dan Mengetahui.

Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu kaya dan mampu memberikan kekayaan, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang miskin dan tak mampu membagi kekayaannya. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Kaya dan Memberi Kekayaan.

Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’a. Sebab, mustashil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia tak meyakini bahwa yang diserunya itu mau dan mampu memenuhi permintaannya, sebagaimana tak mungkinnya seseorang meminta kepada yang terkenal pelit atau bakhil. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa itu Maha Memberi dan Mengabulkan Do’a. Dan keyakinan ini merupakan pula tanda baik sangkanya seorang hamba kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.

Ya, do’a adalah inti dari ibadah, karena dengan berdo’a seseorang secara tak langsung telah mengakui kelemahannya dan butuhnya ia akan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Sebab, mustahil seseorang akan berdo’a dan meminta manakala ia merasa mampu memenuhi segala kebutuhannya dan mengatasi segala masalahnya tanpa bantuan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Karenanya, dengan mengajari anak berdo’a, artinya kita telah menanamkan kepadanya keyakinan bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa- lah tempat bergantung dan satu-satunya zat yang layak diibadahi.

Ya, do’a merupakan cara paling ampuh untuk menanamkan Tauhid kepada anak. Bagaimana dengan anak-anak kita? Sudahkah mereka pandai dan terbiasa berdo’a ? Atau sudahkah kita mengajarkan mereka do’a-do’a yang bisa mereka ucapkan di sepanjang siang dan malam mereka?

Kemudian…

Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan takdir telah terlanjur kering.”-) ?

Sungguh sulit dibayangkan, anak yang belum lagi mencapai usia 10 tahun mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti di atas. Kalau bukan karena cerdas atau terbiasanya mendengar kalimat-kalimat bermutu, tentu tak mungkin seorang anak seumurnya memahami perkara ini. Maka, obrolan macam apa yang biasa didengar anak kita, jika kalimat-kalimat semacam di atas terasa sulit mereka pahami?

Tentu saja Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- menyadari sekali bahwa Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- pasti memahaminya. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam- ingin menanamkan keyakinan kepada Taqdir -baik dan buruk- melalui kiasannya yang demikian indah, sekaligus mengajari Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- bersikap optimis. Ya, semuda itu seorang anak sudah harus tahu perkara semacam ini. Bagaimana dengan anak-anak kita?

Kemudian…

Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan, maka ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka kalau yang dimaksudkan - Ingatlah kepada ALLAH tatkala kau sedang dalam kelapangan- adalah bersyukur, bersyukur manakala kita sedang dalam keadaan sehat, senang, atau hidup berkecukupan apalagi berlebihan? Dan mengertikah mereka kalau yang dimaksud - ALLAH pun akan ingat kepadamu ketika engkau dalam kesempitan- adalah datangnya pertolongan ALLAH kepada kita, di antaranya dikaruniakan kesabaran dan kekuatan untuk bersabar?

Ya, sejak kecil seorang anak sudah harus diajar untuk mengerti arti bersyukur. Dibiasakan untuk senantiasa -bahkan lebih- mengingat ALLAH ketika sedang bersenang hati, bukan justru menjadi lalai. Dan membiasakan anak -atau siapa saja- ingat kepada ALLAH sering lebih efektif justru ketika mereka sedang dalam keadaan gembira. Lakukan ini!

Yakni, ketika kita sedang bersenang-senang dengan mereka -ketika sedang bertamasya dan berlari-lari di taman, atau sedang bercengkrama dan bercanda di rumah, misalnya- berhentilah sejenak dan pegang tangannya, kemudian katakan kepadanya, ” Kau bahagia.., senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !” Juga yang seperti ini bisa dilakukan seorang suami kepada isterinya, atau sebaliknya. Di saat-saat mereka bersenang-senang, bertanyalah yang satu kepada yang lainnya, “Kau bahagia…, kau senang ? Bersyukurlah kepada ALLAH !“

Juga hendaknya kita menyadari bahwa Syukur dan Sabar itu ibarat dua muka dari satu mata uang, tak mungkin yang satu ada tanpa yang lainnya. Seorang yang tak pandai bersyukur -ketika senang- sudah pasti tak mampu bersabar -ketika susah-. Bagaimana dia akan mampu bersabar ketika menghadapi penderitaan, sedangkan ni’mat saja tak mampu ia rasakan dan syukuri. Juga dapat kita ambil manfa’at dari wasiat di atas adalah, bahwa menumbuhkan sikap sabar dan kuat -pada anak- di dalam menahan kesusahan harus dimulai dengan mengajarkan mereka untuk pandai-pandai bersyukur tatkala senang.

Kemudian…

Pernahkan kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu tak akan ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.”-) ? Mengertikah mereka akan maksudnya? Mengertikah mereka, bahwa ALLAH SWT tak pernah salah di dalam menetapkan taqdir ?

Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak pernah berbuat dzolim kepada hamba-Nya. Semua yang ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tetapkan atas hamba-Nya berdasarkan Pengetahuan-Nya, Kebijaksanaan-Nya, Keadilan-Nya, dan Kasih Sayang-Nya. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tak akan menjebloskan hamba-Nya ke dalam neraka, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya.

Begitu pula Ia tak akan memasukkan hamba-Nya ke sorga, seandainya hamba tersebut tak pantas masuk ke dalamnya. Dan seseorang yang semula di neraka -disebabkan dosa-dosanya- mungkin saja akhirnya diangkat ke sorga dengan beberapa sebab, seperti mendapatkan syafa’at dari yang diijinkan ALLAH untuk memberi syafa’at, selesai sudah adzab baginya, atau memperoleh ampunan dari ALLAH. Tetapi, tak mungkin seseorang yang telah ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa masukkan ke dalam sorga kemudian dikeluarkan kembali dan dijebloskan ke dalam neraka, sebagaimana sering kita dengar dari riwayat yang dianggap sebagai ucapan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Sungguh mustahil ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa memasukkan ke sorga seseorang yang tidak layak menikmatinya, kemudian setelah itu Ia keluarkan dan jebloskan ke dalam neraka. Perhitungan ALLAH sangat teliti dan Ia tidak pernah salah dalam menetapkan taqdir. Bukankah seseorang yang telah dimasukkan ke dalam sorga tak akan sekali-kali dikeluarkan kembali, sebagaimana firman ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa (-Yang artinya: “Dan sekali-kali mereka -yang telah berada di sorga- tak akan lagi pernah dikeluarkan darinya.” / Al Hijr:48-) Ya, sedini mungkin seorang anak harus tahu, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir.

Kemudian…

Pernahkah kau katakan kepada anak-anakmu: (-”Ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengorbanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.” -) ? Mengertikah mereka akan ucapan atau ungkapan semacam ini ? Ya, bahwa ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa akan senantiasa menolong orang yang sabar.

Begitu pula kita katakan , “Mana ada perjuangan tanpa pengorbanan.” Dan anak-anak kita diajak mengerti, bahwa tidak ada yang gratis di dalam hidup ini. Semua harus ditempuh dengan perjuangan dan memerlukan pengorbanan. Namun demikian, kita ajarkan pula kepada mereka arti sebuah usaha dan sikap optimis, bahwa di balik kesulitan-kesulitan pasti ada kemudahan-kemudahan dan jalan keluar.

Ya, sudahkah itu semua kita sampaikan kepada anak-anak kita, walau mungkin dengan cara dan ungkapan yang berbeda ? Sudahkah anak-anak kita mengetahui -sejak usia mereka belum mencapai 10 tahun, bahwa:

* Ada hak-hak ALLAH yang harus dijaga, berupa perintah dan larangan-Nya.
* Berdo’a kepada ALLAH adalah wujud paling nyata dari perbuatan mentauhidkan ALLAH.
* Tak ada yang terjadi tanpa kehendak ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.
* ALLAH tidak pernah salah di dalam menetapkan taqdir.
* ALLAH menyukai orang yang sabar, bersungguh-sungguh, dan optimis.

Ya, sudahkah mereka pernah mendengar hadits ini dan memahaminya ?

عَنْ عبدِ الله بنِ عبَّاسٍ رضي الله عنهما قالَ : كُنتُ خَلفَ النَّبيِّ r فقال :

يا غُلامُ إنِّي أعلِّمُكُ كَلماتٍ:

احفَظِ الله يَحْفَظْكَ، احفَظِ الله تَجِدْهُ تجاهَك، إذا سَأَلْت فاسألِ الله، وإذا استَعنْتَ فاستَعِنْ باللهِ،

واعلم أنَّ الأُمَّةَ لو اجتمعت على أنْ ينفعوك بشيءٍ، لم ينفعوك إلاَّ بشيءٍ قد كَتَبَهُ الله لكَ،

وإنِ اجتمعوا على أنْ يَضرُّوكَ بشيءٍ، لم يضرُّوك إلاَّ بشيءٍ قد كتبهُ الله عليكَ،

رُفِعَتِ الأقلامُ وجَفَّتِ الصُّحُفُ .

رواه الترمذيُّ ، وقال : حديثٌ حسنَ صَحيحٌ .وفي رواية غير التِّرمذي :

احفظ الله تجده أمامَك، تَعرَّفْ إلى اللهِ في الرَّخاء يَعْرِفْك في الشِّدَّةِ،

واعلَمْ أنَّ ما أخطَأَكَ لم يَكُن لِيُصِيبَكَ، وما أصابَكَ لم يَكُن ليُخطِئَكَ،

واعلَمْ أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبر، وأنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ ، وأنَّ معَ العُسْرِ يُسراً.

Dari Abdullah bin Abbas -radhiallahu anhu-. Ia berkata: Dahulu aku berada dibelakang Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di atas kendaraannya kemudian ia berkata: “Wahai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah ALLAH niscaya Ia akan menjagamu. Jagalah ALLAH niscaya kau akan mendapati NYA di hadapanmu. Jika engkau berdo’a, berdo’alah kepada ALLAH. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada ALLAH. Dan ketahuilah! Sesungguhnya, seandainya seluruh manusia bersatu ingin memberikan kebaikan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan bagimu. Juga, seandainya seluruhnya mereka bersatu ingin mendatangkan keburukan kepadamu, mereka tak akan sanggup kecuali sebatas apa yang telah ALLAH tetapkan atasmu. Kalam telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan taqdir telah terlanjur kering.”
(H.R. Tirmidzi dan ia berkata: Hadits hasan shohih.)

Dan di dalam riwayat selain Tirmdzi:
“Jagalah ALLAH niscaya engkau akan mendapatinya berada didepan mu. Ingatlah ALLAH ketika engkau dalam kelapangan, maka Ia akan mengingatmu ketika engkau dalam kesempitan. Dan ketahuilah, bahwa apa yang tak pantas bagi mu maka tak akam ALLAH timpakan kepadamu. Dan apa yang ALLAH timpakan kepadamu itu memang layak bagimu.Dan ketahuilah, bahwa pertolongan ALLAH bersama kesabaran, perjuangan itu bersama pengobanan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”

Re Posting Dari : rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com

Jendela Orang Tua

Wahai para orang tua…,

ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa memerintahkan segenap hamba-Nya untuk senantiasa mengesakan-Nya :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

(Artinya: Wahai segenap manusia, ibadahilah (esakan) rabb- mu Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertaqwa.)
(Al Baqarah: 21)


Dan juga ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

(Artinya: Ingatlah kalian kepada-Ku, maka Aku-pun ingat kepada kalian. Bersyukurlah kalian kepada-Ku, dan jangan kalian kufuri (-ni’mat-Ku-).)
(Al Baqarah: 152)

ALLAH Subhaanahu wa ta’a'laa juga mengingatkan:

حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

(Artinya: …dan ketika telah mencapai usia empat puluh tahun ia pun berdo’a, “Ya rabb-ku, tunjukilah aku agar mensyukuri ni’mat yang telah Engkau kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat dengan amal sholeh yang engkau ridhoi, serta perbaikilah diriku dan anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.”)
(Al Ahqaaf: 15)

juga mengingatkan akan kewajiban kita sebagai orang tua:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

(Artinya: Wahai orang-orang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.)
(At-Tahriim:6)

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- juga mewasiatkan:

كلكم راعء وكلكم مسؤل عن رعيته

(Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.)
(Muttafaqun alaih)

قال النبي صلى الله عليه وسلم: ما من مولود إلا يولد على الفطرة،

فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه،

(Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali di dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuannya lah yang menjadikan mereka yahudi, nasrani, atau majusi.)
(HR: Al Bukhari)

dan masih banyak lagi keterangan yang menunjukkan kepada kita akan betapa besarnya tanggung jawab kita -sebagai orang tua- atas anak-anak kita yang merupakan amanah-ALLAH yang kelak kita diminta pertanggungjawabannya.

Orang tua wajib menjaga fitrah anak-anaknya agar senantiasa cenderung kepada Al Haq, Tauhid. Orang tua wajib mensyukuri keadaannya sebagai orang yang diamanahi keturunan oleh ALLAH, dan juga berkewajiban mendidik keturunan mereka agar menjadi hamba-ALLAH yang pandai bersyukur.

Orang tua wajib menyelamatkan dirinya -disebabkan khianatnya ia akan amanah tersebut- juga menyelamatkan keturunannya -disebabkan ia lalaikan kewajiban untuk mendidik mereka- dari jilatan api neraka. Orang tua berkewajiban menyiapkan anak-anaknya untuk mampu menghadapi masa depan mereka kelak.

Jendela Orang Tua rumah belajar Ibnu Abbas merupakan media yang dengannya berbagai masalah yang dihadapi orang tua dan apa yang harus diketahui oleh mereka dibicarakan. Jendela ini sengaja dibuka untuk -melaluinya- mengingatkan para orang tua akan kewajiban dan tanggung jawabnya. “

Artikel : rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com

Dua Wanita yang Terukir dalam Al-Qur’an karena Kekokohan Imannya

Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

Al-Qur`an telah bertutur tentang dua wanita shalihah yang keimanannya telah menancap kokoh di relung kalbunya. Dialah Asiyah bintu Muzahim, istri Fir’aun, dan Maryam bintu ‘Imran. Dua wanita yang kisahnya terukir indah di dalam Al-Qur`an itu merupakan sosok yang perlu diteladani wanita muslimah saat ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia:

وَضَرَبَ اللهُ مَثَلاً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ. وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِيْنَ

Dan Allah membuat istri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika istri Fir’aun berkata: “Wahai Rabbku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga. Dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.” (Perumpamaan yang lain bagi orang-orang beriman adalah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya, dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat. (At-Tahrim: 11-12)
Asiyah bintu Muzahim, istri Fir’aun, dan Maryam bintu ‘Imran adalah dua wanita kisahnya terukir indah dalam Al-Qur`an. Ayat-ayat Rabb Yang Maha Tinggi menuturkan keshalihan keduanya dan mempersaksikan keimanan yang berakar kokoh dalam relung kalbu keduanya. Sehingga pantas sekali kita katakan bahwa keduanya adalah wanita yang manis dalam sebutan dan indah dalam ingatan. Asiyah dan Maryam adalah dua dari sekian qudwah (teladan) bagi wanita-wanita yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan uswah hasanah bagi para istri kaum mukminin.

Al-Imam Ath-Thabari rahimahullahu berkata dalam kitab tafsirnya: “Allah yang Maha Tinggi berfirman bahwasanya Dia membuat permisalan bagi orang-orang yang membenarkan Allah dan mentauhidkan-Nya, dengan istri Fir’aun yang beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya, dan membenarkan Rasulullah Musa ‘alaihissalam. Sementara wanita ini di bawah penguasaan suami yang kafir, satu dari sekian musuh Allah. Namun kekafiran suaminya itu tidak memudharatkannya, karena ia tetap beriman kepada Allah. Sementara, termasuk ketetapan Allah kepada makhluk-Nya adalah seseorang tidaklah dibebani dosa orang lain (tapi masing-masing membawa dosanya sendiri, -pent.1), dan setiap jiwa mendapatkan apa yang ia usahakan.”
(Jami’ul Bayan fi Ta`wilil Qur`an/ Tafsir Ath-Thabari, 12/162)

Pada diri Asiyah dan Maryam, ada permisalan yang indah bagi para istri yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir. Keduanya dijadikan contoh untuk mendorong kaum mukminin dan mukminat agar berpegang teguh dengan ketaatan dan kokoh di atas agama.
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an/ Tafsir Al-Qurthubi, 9/132)

Seorang istri yang shalihah, ia akan bersabar dengan kekurangan yang ada pada suaminya dan sabar dengan kesulitan hidup bersama suaminya. Tidaklah ia mudah berkeluh kesah di hadapan suaminya atau mengeluhkan suaminya kepada orang lain, apalagi mengghibah suami, menceritakan aib/ cacat dan kekurangan sang suami. Bagaimana pun kekurangan suaminya dan kesempitan hidup bersamanya, ia tetap bersyukur di sela-sela kekurangan dan kesempitan tersebut, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihkan lelaki muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir sebagai pendamping hidupnya.

Dan tidak memberinya suami seperti suami Asiyah bintu Muzahim yang sangat kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbuat aniaya terhadap istri karena ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Tersebutlah, ketika sang durjana yang bergelar Fir’aun itu mengetahui keimanan Asiyah istrinya, ia keluar menemui kaumnya lalu bertanya: “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah bintu Muzahim?” Merekapun memujinya. Fir’aun berkata: “Ia menyembah Tuhan selain aku.” Mereka berkata: “Kalau begitu, bunuhlah dia.” Maka Fir’aun membuat pasak-pasak untuk istrinya, kemudian mengikat kedua tangan dan kedua kaki istrinya, kemudian menyiksanya di bawah terik matahari. Jika Fir’aun berlalu darinya, para malaikat menaungi Asiyah dengan sayap-sayap mereka. Asiyah berdoa: “Wahai Rabbku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah di dalam surga.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkan doa Asiyah dengan membangunkan sebuah rumah di surga untuknya. Dan rumah itu diperlihatkan kepada Asiyah, maka ia pun tertawa. Bertepatan dengan itu Fir’aun datang. Melihat Asiyah tertawa, Fir’aun berkata keheranan: “Tidakkah kalian heran dengan kegilaan Asiyah? Kita siksa dia, malah tertawa.”

Menghadapi beratnya siksaan Fir’aun, hati Asiyah tidak lari untuk berharap kepada makhluk. Ia hanya berharap belas kasih dan pertolongan dari Penguasa makhluk, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia berdoa agar diselamatkan dari siksaan yang ditimpakan Fir’aun dan kaumnya serta tidak lupa memohon agar diselamatkan dari melakukan kekufuran sebagaimana yang diperbuat Fir’aun dan kaumnya.(2)
Akhir dari semua derita dunia itu, berujung dengan dicabutnya ruh Asiyah untuk menemui janji Allah Subhanahu wa Ta’ala.(3)

Istri yang shalihah akan menjaga dirinya dari perbuatan keji dan segala hal yang mengarah ke sana. Sehingga ia tidak keluar rumah kecuali karena darurat, dengan izin suaminya. Kalaupun keluar rumah, ia memperhatikan adab-adab syar‘i. Dia menjaga diri dari bercampur baur apalagi khalwat (bersepi-sepi/ berdua-duaan) dengan laki-laki yang bukan mahramnya.

Ia tidak berbicara dengan lelaki ajnabi (non mahram) kecuali karena terpaksa dengan tidak melembut-lembutkan suara. Dan ia tidak melepas pandangannya dengan melihat apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia ingat bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji Maryam yang sangat menjaga kesucian diri, sehingga ketika dikabarkan oleh Jibril  bahwa dia akan mengandung seorang anak yang kelak menjadi rasul pilihan Allah, Maryam berkata dengan heran:

أَنَّى يَكُوْنُ لِي غُلاَمٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا

“Bagaimana aku bisa memiliki seorang anak laki-laki sedangkan aku tidak pernah disentuh oleh seorang manusia (laki-laki) pun dan aku bukan pula seorang wanita pezina.”
(Maryam: 20)

Wanita shalihah akan mengingat bagaimana keimanan Maryam kepada Allah  dan bagaimana ketekunannya dalam beribadah, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya dan mengutamakannya di atas seluruh wanita.

وَإِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسآءِ الْعَالَمِيْنَ

Ingatlah ketika malaikat Jibril berkata: “Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, mensucikan dan melebihkanmu di atas segenap wanita di alam ini (yang hidup di masa itu).”
(Ali ‘Imran: 42)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ: مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَخَدِيْجَةُ بِنْتَ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ

“Cukup bagimu dari segenap wanita di alam ini (empat wanita, yaitu:) Maryam putri Imran, Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad, dan Asiyah istri Fir’aun.”(4)
Yakni cukup bagimu untuk sampai kepada martabat orang-orang yang sempurna dengan mencontoh keempat wanita ini, menyebut kebaikan-kebaikan mereka, kezuhudan mereka terhadap kehidupan dunia, dan tertujunya hati mereka kepada kehidupan akhirat. Kata Ath-Thibi, cukup bagimu dengan mengetahui/ mengenal keutamaan mereka dari mengenal seluruh wanita.
(Tuhfatul Ahwadzi, kitab Al-Manaqib)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda memuji Asiyah dan Maryam (5):

كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيْرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأُةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ ابْتَةُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيْدِ عَلى سَائِرِ الطَّعَامِ

“Orang yang sempurna dari kalangan laki-laki itu banyak, namun tidak ada yang sempurna dari kalangan wanita kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam putri Imran. Sungguh keutamaan ‘Aisyah bila dibanding para wanita selainnya seperti kelebihan tsarid (6) di atas seluruh makanan.” (7)

Di antara keutamaan Asiyah adalah ia memilih dibunuh daripada mendapatkan (kenikmatan berupa) kerajaan (karena suaminya seorang raja). Dan ia memilih azab/ siksaan di dunia daripada mendapatkan kenikmatan yang tadinya ia reguk di istana sang suami yang dzalim. Ternyata firasatnya tentang Musa ‘Alayhissalam benar adanya ketika ia berkata kepada Fir’aun saat mengutarakan keinginannya untuk menjadikan Musa ‘alaihissalam sebagai anak angkatnya: قُرَةُ عَيْنٍ لِي (agar ia menjadi penyejuk mata bagiku).(8)
[Fathul Bari 6/544]

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Ayat-ayat ini (surat At-Tahrim ayat 10-12) mengandung tiga permisalan, satu untuk orang-orang kafir dan dua permisalan lagi untuk kaum mukminin.”

Setelah beliau menyebutkan permisalan bagi orang kafir, selanjutnya beliau berkata: “Adapun dua permisalan bagi orang-orang beriman, salah satunya adalah istri Fir’aun. Sisi permisalannya: Hubungan seorang mukmin dengan seorang kafir tidaklah bermudharat bagi si mukmin sedikitpun, apabila si mukmin memisahkan diri dari orang kafir tersebut dalam kekafiran dan amalannya.

Karena maksiat yang diperbuat orang lain sama sekali tidak akan berbahaya bagi seorang mukmin yang taat di akhiratnya kelak, walaupun mungkin ketika di dunia ia mendapatkan kemudharatan dengan sebab hukuman yang dihalalkan bagi penduduk bumi bila mereka menyia-nyiakan perintah Allah, lalu hukuman itu datang secara umum (sehingga orang yang baik pun terkena). Istri Fir’aun tidaklah mendapatkan mudharat karena hubungannya dengan Fir’aun, padahal Firaun itu adalah manusia paling kafir. Sebagaimana istri Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihimassalam tidak mendapatkan kemanfaatan karena hubungan keduanya dengan dua utusan Rabb semesta alam.

Permisalan yang kedua bagi kaum mukminin adalah Maryam, seorang wanita yang tidak memiliki suami, baik dari kalangan orang mukmin ataupun dari orang kafir. Dengan demikian, dalam ayat ini Allah menyebutkan tiga macam wanita:

Pertama: wanita kafir yang bersuamikan lelaki yang shalih.(9)
Kedua: wanita shalihah yang bersuamikan lelaki yang kafir.
Ketiga: gadis perawan yang tidak punya suami dan tidak pernah berhubungan dengan seorang lelakipun.
Jenis yang pertama, ia tidak mendapatkan manfaat karena hubungannya dengan suami tersebut.
Jenis kedua, ia tidak mendapatkan mudharat karena hubungannya dengan suami yang kafir.
Jenis ketiga, ketiadaan suami tidak bermudharat sedikitpun baginya.

Kemudian, dalam permisalan-permisalan ini ada rahasia-rahasia indah yang sesuai dengan konteks surat ini. Karena surat ini diawali dengan menyebutkan istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan peringatan kepada mereka dari saling membantu menyusahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (10).

Bila mereka (istri-istri Nabi) itu tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta tidak menginginkan hari akhirat, niscaya tidak bermanfaat bagi mereka hubungan mereka dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana istri Nuh dan istri Luth tidak mendapatkan manfaat dari hubungan keduanya dengan suami mereka. Karena itulah di dalam surah ini dibuat permisalan dengan hubungan nikah (11) bukan hubungan kekerabatan.

Yahya bin Salam berkata: “Allah membuat permisalan yang pertama untuk memperingatkan ‘Aisyah dan Hafshah radhiallahu ‘anhuma. Kemudian memberikan permisalan kedua bagi keduanya untuk menganjurkan keduanya agar berpegang teguh dengan ketaatan.

Adapula pelajaran lain yang bisa diambil dari permisalan yang dibuat untuk kaum mukminin dengan Maryam. Yaitu, Maryam tidak mendapatkan mudharat sedikit pun di sisi Allah dengan tuduhan keji yang dilemparkan Yahudi dan musuh-musuh Allah terhadapnya. Begitu pula sebutan jelek untuk putranya, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mensucikan keduanya dari tuduhan tersebut.

Perlakuan jahat dan tuduhan keji itu ia dapatkan padahal ia adalah seorang ash-shiddiqah al-kubra [wanita yang sangat benar keimanannya, sempurna ilmu dan amalnya (12)], wanita pilihan di atas segenap wanita di alam ini. Lelaki yang shalih (yakni Isa putra Maryam ‘alaihissalam) pun tidak mendapatkan mudharat atas tuduhan orang-orang fajir dan fasik terhadapnya.

Dalam ayat ini juga ada hiburan bagi ‘Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu ‘anha (atas tuduhan keji yang ia terima dari orang-orang munafik), jika surat ini turun setelah peristiwa Ifk (13). Dan sebagai persiapan bagi jiwanya untuk menghadapi apa yang dikatakan para pendusta, bila surat ini turun sebelum peristiwa Ifk.

Sebagaimana dalam permisalan dengan istri Nuh dan Luth ada peringatan bagi ‘Aisyah dan juga Hafshah dengan apa yang diperbuat keduanya terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(At-Tafsirul Qayyim, hal. 396-498)

Demikian, semoga menjadi teladan dan pelajaran berharga bagi para istri shalihah…
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Catatan kaki:

1 Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Tanzil-Nya:
وَلاَ تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلاَّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Dan tidaklah seseorang melakukan suatu dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri, dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Al-An’am: 164)

2 Faedah: Al-’Allamah Al-Alusi rahimahullahu dalam tafsirnya mengatakan: “Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa beristi`adzah (minta perlindungan) kepada Allah dan mohon keselamatan dari-Nya ketika terjadi ujian/ cobaan dan goncangan, merupakan kebiasaan yang dilakukan orang-orang shalih dan sunnah para nabi. Dan ini banyak disebutkan dalam Al-Qur`an.” (Ruhul Ma’ani fi Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim was Sab’il Matsani, 13/791)

3 Jami’ul Bayan fi Ta‘wilil Qur`an 12/162, Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an/ Tafsir Al-Qurthubi 9/132, Ruhul Ma’ani 13/790, An-Nukat wal ‘Uyun Tafsir Al-Mawardi 6/47.

4 HR. At-Tirmidzi no. 3878, kitab Manaqib ‘an Rasulillah, bab Fadhlu Khadijah radhiallahu ‘anha, dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 6181.

5 Ada sebagian atsar yang menyebutkan bahwa Maryam dan Asiyah diperistri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga, sebagaimana riwayat Ath-Thabrani dari Sa’ad bin Junadah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ زَوَّجَنِي فِي الْجَنَّةِ مَرْيَمَ بِنْتَ عِمْرَانَ وَامْرَأَةَ فِرْعَوْنَ وَأُخْتَ مُوْسى عَلَيْهِ السَّلاَمِ
“Sesungguhnya Allah menikahkan aku di surga dengan Maryam bintu Imran, istri Fir’aun (Asiyah), dan dengan (Kultsum) saudara perempuannya Musa ‘alaihissalam.”
Namun hadits ini lemah, Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah (no. 812) mengatakan hadits ini mungkar.

Adapun pendapat yang mengatakan Maryam dan Asiyah adalah nabi dari kalangan wanita sebagaimana Hajar dan Sarah, tidaklah benar karena syarat nubuwwah (kenabian) adalah dari kalangan laki-laki, menurut pendapat yang shahih. (Ruhul Ma’ani, 13/793)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلاَّ رِجَالاً نُوْحِي إِلَيْهِمْ
“Tidaklah Kami mengutus rasul sebelummu kecuali dari kalangan laki-laki yang Kami berikan wahyu kepada mereka.”
(An-Nahl: 43)

6 Tsarid adalah makanan istimewa berupa daging dicampur roti yang dilumatkan.

7 HR. Al-Bukhari no. 3411, kitab Ahaditsul Anbiya, bab Qaulillahi Ta’ala: Wa Dharaballahu Matsalan lilladzina Amanu… . Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim no. 6222, kitab Fadha`il Ash-Shahabah.

8 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُوْنَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُوْدَهُمَا كَانُوْا خَاطِئِيْنَ. وَقَالَتِ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لاَ تَقْتُلُوْهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لاَ يَشْعُرُوْنَ
“Maka Musa dipungut oleh keluarga Fir’aun yang kemudian ia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya
Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan berkatalah istri Fir’aun kepada suaminya: ‘Ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kalian membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil ia menjadi anak.’ Sedangkan mereka tiada menyadari.”
(Al-Qashash: 8-9)

9 Yaitu istri Nabi Nuh ‘alaihissalam dan istri Nabi Luth ‘alaihissalam

10 Lihat surat At-Tahrim ayat 1 sampai 5.

11 Hubungan istri dengan suaminya; istri Nuh dengan suaminya, istri Luth dengan suaminya, dan Asiyah dengan suaminya Fir‘aun.

12 Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 875

13 Kisah Ifk ini (tuduhan zina terhadap ‘Aisyah) beserta pernyataan kesucian ‘Aisyah diabadikan dalam Al-Qur`an, surah An-Nur ayat 11-26.

Sumber : AsySyariah.com

Taubat dari Hasad dan Dengki

Saya ingin bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari sifat hasad (Hasad adalah mengangan-angankan hilangnya nikmat yang diperoleh orang lain, baik berupa nikmat agama ataupun dunia), iri/dengki, dan saya telah berupaya sekuat tenaga untuk lepas dari sifat tersebut. Namun di banyak kesempatan, setan menghias-hiasi sifat tersebut kepada saya dengan jalan rasa cemburu.
Jika saya cemburu kepada teman-teman saya sesama wanita atau cemburu melihat keberadaan wanita lain, tumbuhlah hasad saya.Saya pernah mendengar ucapan seorang teman: “Simpanlah rasa cemburu dan hasadmu di dalam hati, jangan engkau ucapkan dengan lisanmu. Jika demikian, engkau tidak akan berdosa.” Apakah benar ucapannya ini?

Samahatus Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah menjawab:
“Iya, bila anda merasa ada hasad yang timbul maka paksa jiwa anda untuk melawannya. Sembunyikan hasad tersebut, jangan melakukan suatu perbuatan yang menyelisihi syariat. Jangan anda sakiti orang yang anda hasadi, baik dengan ucapan ataupun perbuatan. Mohonlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar menghilangkan perasaan itu dari hati anda niscaya hal itu tidaklah memudaratkan anda.

Karena jika (dalam hati) seseorang tumbuh hasad namun ia tidak melakukan apapun sebagai pelampiasan hasadnya itu maka hasad itu tidaklah memudaratkannya. Selama ia tidak melakukan tindakan, tidak menyakiti orang yang didengkinya, tidak berupaya menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, dan tidak mengucapkan kata-kata yang menjatuhkan kehormatannya. Hasad/rasa dengki itu hanya disimpan dalam dadanya. Namun tentu saja orang seperti ini harus berhati-hati, jangan sampai ia mengucapkan kata-kata atau melakukan perbuatan/tindakan yang memudaratkan orang yang didengkinya.

Berkaitan dengan hasad ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Hati-hati kalian dari sifat hasad, karena hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.”
(HR. Abu Dawud).
Namun hadits ini didhaifkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Al-Ahadits Adl-Dha’ifah no. 1902, karena dalam sanadnya ada kakek Ibrahim bin Abi Usaid yang majhul.

Tentang keharaman hasad ini telah ditunjukkan dalam hadits shahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian saling benci, jangan saling hasad, jangan saling membelakangi (membuang muka saat bertemu) dan jangan saling memutus hubungan, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak bertegur sapa dengan) saudaranya lebih dari tiga hari.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim))

Sifat hasad itu adalah sifat yang jelek dan sebenarnya menyakiti dan menyiksa pemiliknya sebelum ia menyakiti orang lain. Maka sepantasnya seorang mukmin dan mukminah berhati-hati dari hasad, dengan memohon pertolongan dan pemaafan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang mukmin harus tunduk berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala -demikian pula seorang mukminah- dengan memohon dan berharap kepada-Nya agar menghilangkan hasad tersebut dari dalam hatinya, sehingga tidak tersisa dan tidak tertinggal sedikitpun. Karena itu, kapanpun anda merasa ada hasad menjalar di hati anda, hendaklah anda paksa jiwa anda untuk menyembunyikannya dalam hati tanpa menyakiti orang yang didengki, baik dengan ucapan ataupun perbuatan. Wallahul musta’an.”
(Kitab Fatawa Nur ‘Alad Darb, hal. 131-132)

Sumber : AsySyariah.com
http://asysyariah.com/

Friday 24 December 2010

Aku di Perlakukan Seperti Budak

Seorang istri menulis surat, dia berkata, “Sebenarnya aku tidak tahu dari mana memulai? Dan bagaimana memulai? Hatiku telah hancur dengan kesedihan. Tubuhku terasa lemas dengan kepedihan. Eksistensiku tergoncang , karena setiap kata yang kutulis menunjukkan kesengsaraan yang kuderita.
Kesengsaraan macam apa?! Biarkanlah aku katakan sebagai intimidasi, atau menurut pemahaman yang populer adalah “teror”.

Bukankah menimbulkan rasa takut pada orang yang dalam keadaan aman adalah teror?! Bukankah kedzaliman adalah teror juga?! Ya, aku alami keadaan seperti ini bersama orang yang seharusnya menjadi manusia yang paling dekat denganku. Bukankah seorang istri merupakan tempat yang damai bagi seorang suami dan suami adalah merupakan tempat yang damai bagi istri, sebagaimana hal itu keyakinan kita?

Tuan kesengsaraanku bersama suamiku bermula sejak awal, semenjak malam pengantin. Dia tanamkan pada diriku benih rasa sakit dan ketakutan. Aku ingin memupuskan semua itu dengan rasa cinta dan berusaha untuk saling memahami. Tetapi wajah bengis yang tidak pernah pudar, perlakuan kasar yang menguatkan atas sikap yang merendahkan martabat dan menghina merupakan makananku tiap hari.

Usiaku belumlah tua. Usiaku baru 22 tahun. Sedangkan dia 30 tahun. Aku kira kematangan berfikir dan kedewasaan akal akan mempengaruhi tindakan-tindakannya… tetapi!!!

Aku diperlakukan seperti pembantu atau budak. Aku harus melaksanakan semua kewajiban-kewajibanku, mulai memakaikan baju dan sepatu padanya. Tidak berakhir dengan menghidangkan makanan yang ia santap sendirian. Kejantanan dan keperkasaannya menahan dirinya untuk makan bersamaku di atas satu meja makan. Sebelum hingga sesudah punya anak. Aku maupun anak-anakku tidak ada yang berani makan sebelumnya.

Ini satu sisi. Adapun sis-sisi lainnya, maka banyak sekali…

Sering sekali dia pulang kepadaku pada larut malam. Aku tidak berani bertanya tentang tempat di mana dia begadang, dan bersama siapa? Juga tentang bau yang menunjukkan bahwa itu adalah bau yang tidak baik dari minuman yang tidak baik?!

Kewajibanku hanyalah melepas sepatu dan bajunya, meletakkan makanan dan berdiri di sampingnya hingga selesai.

Aku harus bangun lebih awal untuk membangunkannya. Dan dia pun bangun setelah bertengkar dan mencelaku, bahkan terkadang –Maha Suci Engkau ya Allah- dia meludahi wajahku.

Tuan aku tidaklah berlebihan!! Ketidakmampuanku untuk berbicara keras dan perasaan takutlah yang menghalangiku untuk banyak bicara.

Aku –walillahi al hamdu- adalah perempuan yang punya penampilan menarik, bersih dan berkedudukan. Namun dia tidak mau menahan diri untuk mencelaku dengan kata-kata yang melukai. Ketika aku berusah untuk membalas atau meminta untuk menceraikanku, tidak aku dapati kecuali tamparan dan tendangan. Yang dijadikan sebagai pembenaran dari perlakuannya adalah kejantanan dan keperkasaan, bukan pergaulan dan perlakuan yang baik.

Bayangkan dia belum pernah dan tidak pernah bercengkrama dengan anak-anaknya. Mereka adalah tiga anak perempuan yang cantik-cantik. Bahkan terkadang dia mencibirku karena mereka dengan mengatakan, “Mereka tidak sebanding dengan kuku satu anak laki-laki.”

Anak-anak selalu hancur perasaanya dan bersedih, walaupun aku selalu berusaha mendekap dan menghibur mereka.

Percayalah aku dan anak-anaku hidup dalam ketakutan. Seluruh tingkahnya di rumah tidak pernah nampak tenang, bahkan kasar. Jika menghendaki sesuatu, tidak memanggilku, tetapi dengan melempariku dengan sesuatu yang ada didekatnya hingga aku bangkit. Atau menutup pintu dengan kasar. Atau memanggilku dengan tepukan tangan, seakan-akan aku ini adalah seorang pembantu. Jika teman-temannya datang ke rumah, aku harus berdiri dekat pintu untuk memenuhi permintaan-permintaanya.

Adapun hak-hakku sebagai istri, maka aku tidak berhak untuk mendapatkannya. Bahkan dia mengambil haknya lalu pergi dengan membenturkanku ke tembok. Belum pernah terjadi dalam satu hari pun wajah dan tubuhku bersih dari memar bekas pukulan , dan luka atau lainnya.

Anak-anak terkadang menjerit, tetapi dia tidak punya perhatian dan perasaan. Aku berusaha untuk merahasiakan (semua kejadian itu) pada diriku dan menahan diri, barangkali dia akan reda dan tenang… tetapi tidak bermanfaat.

Oh iya aku lupa menceritakan bahwa aku adalah keluaran perguruan tinggi dan berpendidikan. Jika yang dimaksud dengan berpendidikan adalah tanggap dengan apa yang ada di sekitarku dan tahu tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap keluargaku; mulai dari suami yang merupakan sumber dari permasalahanku.

Mungkin Anda bertanya, “Kenapa Anda tidak meminta bantuan kepada keluarga Anda atau meminta cerai?”

Aku jawab, “Hal itu sering terjadi, dan keluargaku selalu memaksaku untuk kembali kepadanya. Atau setelah beberapa saat dia datang untuk mengajak bicara kepada keluargaku bukan kepadaku. Lalu ayah menyuruhku untuk pergi bersamanya. Aku tidak mampu berucap sepatah kata pun, karena menghormatinya.

Kesimpulannya, wahai tuanku, aku hidup dalam keadaan yang penuh teror dan ketakutan di rumahku yang seharusnya aku merasa aman di dalamnya. Atau bersama suamiku yang seharusnya dia bisa mewujudkan cita-cita dan keamanan untukku pribadi dan anak-anakku. Aku hidup dalam penjara yang tidak kuasa untuk keluar darinya…

Kesedihan dan hal-hal yang tidak bisa kuceritakan banyak sekali dan sangat getir. Jika dirinci mungkin akan meghabiskan berlembar-lembar halaman. Tidak ada yang tersisa selain pertanyaan usang yang barangkali jawabannya tidak menyegerakan atau mengakhiri dari kesedihanku yang terwujud pada suami ini. Tetapi karena harapan dan usaha untuk bisa mengungkap isi hatilah yang mendorongku untuk menulis. Barangkali dia membacanya. Atau dibaca para istri yang mengalami seperti apa yang aku ceritakan, sehingga mereka tahu kesengsaraan yang aku alami.

Apakah aku bisa mendapatkan jawaban pada diri Anda? Barangkali kalimat-kalimat Anda akan meringankan kesengsaraan yang kualami.”

Sumber: dikutip dari buku “HARMONIS Idaman Setiap Keluarga & Tips Meredam Perselisihan”, Penulis Asy-Syaikh Salim Al-’Ajmi, DR. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Penerjemah Abu Nizar Arif Mufid. MF., Abu Muqbil Akhmad Yuswaji, Penerjemah: Pustaka Salafiyah [judul asli : Rumah Tangga di Tengah Hempasan Badai]

Kapankah Anak Diajari Agama?

Oleh: Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah

Tanya: Pada usia berapa anak sudah harus saya ajarkan tentang perkara agama?

Jawab:

Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Pengajaran terhadap anak sudah harus dimulai ketika mereka telah mencapai usia tamyiz1. Tentunya dimulai dengan tarbiyah diniyah (pendidikan agama), berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.”2
Bila anak telah mencapai usia tamyiz, orangtuanya diperintah untuk mengajarinya dan mentarbiyahnya di atas kebaikan, dengan mengajarinya Al-Qur`an dan hadits-hadits yang mudah. Mengajarinya hukum-hukum syariat yang cocok dengan usia si anak, misalnya bagaimana cara berwudhu dan bagaimana cara shalat. Si anak juga diajari dzikir-dzikir ketika mau tidur, bangun tidur, ketika hendak makan, minum, dan sebagainya.

Selain itu, anak dilarang melakukan perkara-perkara yang tidak pantas serta diterangkan kepadanya bahwa perkara tersebut tidak boleh ia lakukan, seperti berdusta, namimah, dan selainnya. Hingga si anak terdidik di atas kebaikan dan terdidik untuk meninggalkan kejelekan sejak kecilnya.

Kenapa pengajaran ini dilakukan pada usia tamyiz? Karena pada usia ini, si anak bisa menalar apa yang diperintahkan kepadanya dan apa yang dilarang. Urusan pengajaran anak ini sangatlah penting. Namun sayangnya sebagian manusia lalai melakukannya terhadap anak-anak mereka.

Mayoritas orang tidak mementingkan perkara anak-anak mereka. Tidak mengarahkannya dengan arahan yang baik, bahkan membiarkan mereka tersia-siakan dari sisi tarbiyah diniyyah. Sehingga si anak tidak diperintah mengerjakan shalat dan tidak dibimbing kepada kebaikan, bahkan dibiarkan tumbuh di atas kebodohan dalam perkara agamanya serta terbiasa melakukan perbuatan yang tidak baik.

Anak-anak dibiarkan bercampur-baur dan bergaul dengan orang-orang yang jelek, berkeliaran di jalan-jalan, menyia-nyiakan pelajaran mereka (enggan untuk belajar) serta kemudaratan lainnya, yang mana kebanyakan para pemuda muslimin tumbuh di atasnya disebabkan sikap masa bodoh orangtua mereka. Padahal para orangtua ini akan ditanya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak, karena merekalah yang bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Apa yang diperintahkan dalam hadits di atas adalah pembebanan kepada para orangtua yang harus mereka tunaikan. Dengan begitu, orangtua yang tidak menyuruh anak-anak mereka mengerjakan shalat pada umur yang telah disebutkan berarti ia telah bermaksiat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.3 Ia telah melakukan keharaman dan meninggalkan kewajibannya yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيًّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.”4

Sangat disesalkan, sebagian orangtua sibuk dengan perkara dunianya hingga mengabaikan anak-anaknya. Tidak pula mereka menyempatkan waktunya untuk anak-anaknya. Seluruh waktunya tersita untuk perkara-perkara dunia. Kejelekan yang besar ini banyak dijumpai di negeri muslimin, yang menjadi sebab buruknya tarbiyah anak-anak mereka. Jadilah anak-anak tersebut tidak baik agama dan dunianya. La haula wala quwwata illa billahil ‘azhim. (Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Agung.”
(Fatawa Nurun ‘Alad Darb, Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan, hal. 115-116)

Footnote:

1 Belum baligh, namun sudah bisa menalar dan memahami ucapan serta dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. (–pent)

2 HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil, no. 247.

3 Tidak patuh dan taat kepada perintah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan dalam firman-Nya:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kalian maka ambillah dan apa yang beliau larang maka berhenti (tinggalkan)lah.”
(Al-Hasyr: 7)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda:
ماَ نَهَيْتُُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang aku larang kalian darinya, tinggalkanlah. Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim) –pent.

4 HR.Al-Bukhari dan Muslim

Sumber Postingan : anakmuslim.wordpress.com

Teman Buat Anakku

Oleh : Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah Bintu ‘Imran

Setiap anak membutuhkan teman. Oleh karena itu, menjadi kewajiban orang tua untuk memilihkan teman yang baik bagi anak-anaknya.
Pendidikan anak ternyata tak sebatas dalam lingkup keluarganya semata. Ketika kematangan sosial anak terus bertambah, bertambah pula ruang lingkupnya. Teman menjadi satu kebutuhan tersendiri bagi si anak. Teman bermain, teman belajar di sekolah, suatu saat menjadi bagian hidup seorang anak.
Pada saat itulah, orang tua harus menyadari betapa pentingnya pengawasan mereka terhadap anak-anak. Mengarahkan anak-anak, memilihkan teman yang baik untuk mereka, menjadi kewajiban bagi setiap orang tua yang menghendaki keselamatan anak-anaknya. Tidak jarang terjadi, orang tua yang telah berusaha menanamkan budi pekerti yang baik pada anak-anaknya di tengah keluarganya, mendapati anaknya menjadi seorang yang bengal dan rusak, akibat salah bergaul dengan teman-temannya.

Ini tidaklah mengherankan, karena bagaimanapun teman akan memberikan pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. Sebagaimana Rasulullah memperingatkan hal ini dalam ucapan beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah radhiallahu `anhu:

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang itu berada di atas agama temannya, maka hendaklah setiap kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman.”
(HR. Abu Dawud no. 4833, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

Oleh karena itu, siapa saja yang diridhai agama dan akhlaknya hendaknya dijadikan teman, dan siapa yang tidak seperti itu hendaknya dijauhi, karena tabiat itu akan saling meniru. (‘Aunul Ma’bud, Kitabul Adab, Bab Man Yu`maru an Yujaalisa)
Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan antara teman yang baik dan teman yang jelek. Beliau Shallallahu `alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسِ السُّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ المِسْكِ وَكِيْرِ الْحَدَّادِ: لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ المِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيْهِ أَوْ تَجِدَ رِيْحَهُ، وَكِيْرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَيْتَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيْحًا خَبِيْثَةً

“Perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual misik (sejenis minyak wangi, red.) dan pandai besi. Tidak lepas dirimu dari penjual misik, bisa jadi engkau membeli darinya atau pun engkau mendapati bau harumnya. Sementara pandai besi, bisa jadi dia membakar rumah atau bajumu atau engkau dapati bau yang tidak sedap darinya.”
(HR. Al-Bukhari no. 2101 dan Muslim no. 2628)

Dalam ucapan Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam ini terkandung keutamaan duduk bersama orang-orang yang shalih, yang memiliki kebaikan, muru`ah, akhlak yang mulia, wara’, ilmu serta adab. Juga terkandung larangan duduk bersama orang-orang yang jelek, ahlul bid’ah, orang yang suka menggunjing orang lain, atau sering melakukan perbuatan fajir, banyak menganggur, dan berbagai macam perbuatan tercela lainnya.
(Syarh Shahih Muslim, 16/177)

Inilah sabda Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam yang di dalamnya terkandung larangan duduk bersama orang yang dapat mengakibatkan kerugian pada agama maupun dunia, serta anjuran untuk duduk bersama orang yang dapat diambil manfaatnya bagi agama dan dunia.
(Fathul Bari 4/410)

Dalam kitab-Nya yang mulia, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya agar selalu bersama orang-orang yang beriman dan senantiasa kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta menjauhi orang-orang yang lalai dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum mereka dengan dilupakan dari mengingat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya menaati orang seperti ini, karena akan menggiring mereka untuk mencontohnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang senantiasa menyeru Rabb mereka pada pagi dan senja hari dengan mengharapkan wajah-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah mengikuti orang yang hati-Nya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta mengikuti hawa nafsunya, sementara keadaan mereka sia-sia.”
(Al-Kahfi: 28)

Di dalam ayat ini didapati perintah untuk bergaul dengan orang-orang yang baik, dan mengupayakan diri untuk tetap bersama mereka serta bergaul dengan mereka, walau mereka adalah orang-orang yang fakir. Karena bergaul bersama mereka membuahkan faidah yang tidak terhitung banyaknya.
(Taisirul Karimir Rahman, hal. 475)

Dengan begitu, orang tua wajib mengarahkan anak-anak, serta menekankan mereka untuk memilih kawan, teman duduk maupun teman dekat yang baik. Hendaknya orang tua menjelaskan kepada anak tentang manfaat di dunia dan di akhirat apabila duduk dan bergaul dengan orang-orang shalih, dan bahaya duduk dengan orang-orang yang suka melakukan kejelekan ataupun teman yang jelek.
(Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 154)

Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mencari tahu setiap keadaan anak, menanyakan tentang teman-temannya. Betapa banyak terjadi seorang anak yang jelek mengajak teman-temannya untuk berbuat kemungkaran dan kerusakan, serta menghiasi perbuatan jelek dan dosa di hadapan teman-temannya. Padahal anak kecil seringkali meniru, suka menuruti keinginannya serta suka mencari pengalaman baru. Oleh karena itu, orang tua hendaknya berupaya agar anak berteman dengan teman-teman yang baik dan shalih, serta berasal dari keluarga yang baik. Di samping itu juga berupaya untuk memuliakan teman-teman si anak agar mudah memberi bimbingan dan arahan pada mereka dan mereka pun akan bersikap lembut di hadapan orang tua.
(Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 155)

Bila suatu ketika orang tua mendapati anaknya berbuat kejelekan dan kerusakan, tidak mengapa orang tua berusaha mencari tahu tentang keadaan anaknya. Walaupun dengan hal itu mereka terpaksa melakukan salah satu bentuk perbuatan tajassus (mata-mata). Ini tentu saja dengan tujuan mencegah kejelekan dan kerusakan yang terjadi, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.
(Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 156)

Inilah kiranya sebuah kewajiban yang tak boleh dilupakan oleh setiap orang tua. Hendaknya orang tua mengingat sebuah ucapan yang dituturkan oleh ‘Amr bin Qais Al-Mala`i rahimahullah:

إِنَّ الشَّابَّ لَيَنْشَأُ، فَإِنْ آثَرَ أَنْ يَجْلِسَ أَهْلَ العِلْمِ كَادَ أَنْ يَسْلَمَ، وَإِنْ مَالَ إِلَى غَيْرِهِمْ كَادَ أَنْ يَعْطَبَ

“Sesungguhnya pemuda itu sedang tumbuh. Maka apabila dia lebih mengutamakan untuk duduk bersama orang-orang yang berilmu, hampir-hampir bisa dikata dia akan selamat. Namun bila dia cenderung pada selain mereka, hampir-hampir dia rusak binasa.” (Dinukil dari Lammud Durril Mantsur minal Qaulil Ma`tsur, bab Hukmus Salaf ‘alal Mar`i bi Qarinihi wa Mamsyahu no.517)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

Artikel Dari : AsySyariah.com

Shafiyah Binti Abdul Muththalib

Nama lengkapnya adalah Shafiyyah binti Abdul Muththalib bin Hisyam bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab al-Qurasyiyah al-Hasyimiyah. Beliau adalah bibi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, saudari dari singa Allah Hamzah bin Abdul Muththalib. Beliau juga seorang ibu dari sahabat agung, yaitu Zubair bin Awwam.

Shafiyyah ra tumbuh di rumah Abdul Muththalib, pemuka Quraisy dan orang yang memiliki kedudukan yang tinggi, terpandang, dan mulia. Dialah yang dipercaya untuk mengurus pendatang yang berhaji.
Seluruh aktifitas tersebut membekas pada diri Shafiyyah ra, sehingga membentuk kepribadian beliau yang kuat. Beliau adalah seorang wanita yang fasih lisannya dan ahli bahasa. Seorang cendekiawan dan penunggang kuda yang pemberani. Beliau ra termasuk wanita yang awal dalam mengimani putra saudaranya yang jujur dan terpercaya yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam, dan bagus keislamannya. Beliau berhijrah bersama putranya yang bernama Zubeir bin Awwam untuk menjaga keislamannya.
Shafiyyah ra menyaksikan tersebarnya Islam dan turut andil dalam menyebarkannya. Sungguh jihad merupakan darah dagingnya. Oleh karena itu, beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan pada hari Uhud menjadi pelopor bagi para wanita yang ikut keluar untuk membantu para mujahidin dan mengorbankan semangat mereka untuk bertempur, disamping beliau juga mengobati mujahidin yang luka-luka di antara mereka.

Tatkala takdir Allah menghendaki kaum muslimin terpukul mundur karena pasukan pemanah menyalahi perintah Rasul Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai panglima, maka banyak pasukan yang berpencar dari Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Namun, Shafiyyah tetap berdiri dengan berani, sedangkan di tangannya menggenggam tongkat dan beliau pukul wajah orang-orang yang mudurdari peperangan seraya berkata, “Kalian hendak meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam?”

Manakala Shafiyyah mengetahui kesyahidan saudaranya, Hamzah bin Abdul Muththalib ra, yang dijuluki singa Allah yang dibunuh dengan sadis, maka Shafiyyah memberikan teladan yang agung bagi kita dalam hal kesabaran, ketabahan, dan ketegaran. Beliau sendiri mengisahkan kepada kita apa yang beliau saksikan, beliau berkata:
“Pada hari terbunuhnya Hamzah, Zubeir menemuiku dan berkata, ‘Wahai ibunda, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menyuruh anda agar kembali’.

Beliau menjawab, ‘Mengapa? Sungguh telah sampai kepadaku tentang dicincangnya saudaraku, namun dia syahid karena Allah, kami sangat ridha dengan apa yang telah terjadi, sungguh aku akan bersabar dan tabah insya Allah. Setelah Zubeir ra memberitahukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tentang komentarku beliau bersabda, ‘Berilah jalan baginya…!’ Maka aku mendapatkan Hamzah dan tatkala aku melihatnya aku berkata, ‘Inna Lillahi wa inna ilaihi Raji’un, kemudian aku mohonkan ampun baginya, setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk menguburkannya’.”

Gambaran lain dari Shafiyyah sang mujahidah dan penunggang kuda ini adalah tatkala terjadi Perang Khandaq saat pasukan Yahudi mencoba menyerang tempat kaum wanita ketika itu para wanita muslimah dan anak-anak berada dalam sebuah benteng. Di sana ada juga Hassan bin Tsabit ra. Tatkala ada orang Yahudi mengelilingi benteng, sedangkan kaum muslimin sedang menghadapi musuh, maka berdirilah Shafiyyah ra dan berkata kepada Hassan, “Sesungguhnya lelaki Yahudi ini menjadikan kita tidak aman, karena mereka akan mengetahui kekurangan kita, maka berdirilah dan bunuhlah ia. Kemudian, Hassan berkata, ‘Semoga Allah mengampuni anda, sungguh anda mengetahui bahwa seperti itu bukanlah keahlian saya’.”

Ketika Shafiyyah mendengar jawaban Hassan, beliau langsung bangkit dan penuh semangat yang ada di jiwanya, beliau mengambil tongkat yang keras kemudian turun dari benteng. Beliau menunggu kesempatan lengahnya orang Yahudi tersebut lalu beliau memukulnya tepat pada ubun-ubun secara bertubi-tubi hingga dapat membunuhnya. Beliau memang “wanita pertama yang membunuh laki-laki”.

Beliau kembali ke benteng dan tersirat kegembiraan pada kedua matanya, karena mampu menghabisi musuh Allah yang berarti pula menjaga rahasia persembuyian para wanita dan kaum muslimah dari mereka. Kemudian beliau berkata kepada Hassan, “Turunlah dan lucutilah dia, sebab tiada yang menghalangi diriku untuk melucutinya melainkan karena dia seorang laki-laki.” Hassan berkata: “Saya tidak berkepentingan untuk melucutinya wahai binti Abdul muththalib.”

Begitulah kaum muslimin mendapatkan kemenangan dalam perang ini dengan jiwa yang beriman dan pemberani yang tidak kenal istilah mustahil dalam meraih jalan kemenangan.
Tatkala Perang Khaibar, Shafiyyah ra keluar bersama kaum muslimah untuk memompa semangat pasukan kaum muslimin. Mereka membuat perkemahan di medan jihad untuk mengobati pasukan yang terluka karena perang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam merasa senang dengan peran para mujahidah sehingga mereka juga mendapatkan bagian dari rampasan perang.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mencintai bibinya, Shafiyyah ra, dan memuliakan beliau serta memberikan kepada beliau bagian yang banyak. Tatkala turun ayat: “Wa andzir ‘Asyiratakal aqrabin’ (Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat).” (As-Syura: 214).
Beliau bersabda, “Hai Fathimah binti Muhammad, hai Shafiyyah binti Abdul Muththalib, wahai Bani Abdul Muththalib, aku tidak kuasa menolong kalian dari siksa Allah. Mintalah kepadaku apa saja yang ada padaku.”

Shafiyyah mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak kecil dan mengikutinya. Beliau takjub dengan keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan akhirnya mengimani kenabian beliau, menyertai beliau dalam peperangan, dan merasa sedih tatkala wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang beliau ungkapkan dengan sya’irnya yang indah:

Wahai mata, tampakkanlah air mata dan janganlah tidur
Tangisilah sebaik-baik manusia yang telah tiada
Tangisilah al-Musthofa dengan tangisan yang sangat
Yang masuk ke dalam hati laksana terkena pukulan
Nyaris aku tinggalkan hidup tatkala takdir datang padanya
Yang telah digariskan dalam kitab yang mulia
Sungguh beliau pengasih kepada sesama hamba
Rahmat bagi mereka dan sebaik-baik Pemberi petunjuk
Semoga Allah meridhainya tatkala beliau hidup dan mati
Dan membalasnya dengan Jannah pada hari yang kekal

Shafiyyah hidup sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan penuh kewibawaan dan dimuliakan. Semua orang mengetahui keutamaan dan kedudukan beliau. Hingga tatkala beliau wafat pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab umur beliau mencapai lebih dari 70 tahun.

Sumber : ahlulhadist.wordpress.com

Penjagaan terhadap Si Kecil di Awal Malam

Penulis: Al-Ustâdzah Ummu Ishâq Zulfâ Husein Al-Atsariyyah

Datangnya malam usai matahari tenggelam hingga datangnya waktu ‘Isya adalah saat bertebarnya para setan. Tak heran jika rutinitas masyarakat semisal aktivitas jual beli justru mengalami puncak keramaian (baca: godaan) nya di waktu ini. Sesungguhnya agama mulia yang sempurna ini telah mensyaratkan kepada kita utamanya anak-anak kita untuk tidak keluar rumah di waktu-waktu ini.
Matahari senja baru saja tenggelam di ufuk barat. Malam pun merambat datang sementara kegelapan perlahan mulai menyelimuti bumi. Tampak beberapa anak kecil sedang bermain, berkejaran di pekarangan sebuah rumah. Sesekali, mereka berlari ke jalanan kampung. Di teras sebuah rumah, seorang ibu terlihat tengah meninabobokan bayinya, beralasan “mencari angin” karena si bayi kepanasan di dalam rumah.

Gambaran ini, yakni keluarnya anak kecil ketika malam mulai datang adalah pemandangan biasa yang kita jumpai di sekitar kita, di masyarakat kita yang awam dan jauh dari bimbingan agama. Anak-anak mereka dibiarkan begitu saja, tanpa pencegahan dan tanpa penjagaan. Tahukah mereka bahwa pada saat yang demikian itu setan, makhluk yang jahat, musuh manusia, bertebaran sehingga dapat memudharatkan anak-anak tersebut dengan ijin Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Belumkah sampai pada mereka bimbingan dari Rasul mereka yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam titah beliau yang agung:

إِذَا اسْتَجْنَحَ اللَّيْلُ – أَوْ كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ – فَكُفُّوا صِبْيَا نَكُمْ فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ تَنْتَشِرُ حِيْنَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ الْعِشَاءِ فَخَلُّوهُمْ، وَأَغْلِقْ بَابَكَ وَاذْكُرِ اسْمَ الله… الْحَدِيْثَ

“Apabila malam telah datang (setelah matahari tenggelam), tahanlah anak-anak kalian, karena setan bertebaran ketika itu. Apabila telah berlalu sesaat dari waktu ‘Isya lepaskanlah (biarkanlah) mereka, tutuplah pintumu, dan sebutlah nama Allah (mengucapkan bismillah pen.)…”
(HR. Al-Bukhari No. 3280 dan Muslim No. 2012)

Maksud dari kalimat ( اسْتَجْنَحَ اللَّيْلُ ) atau ( جُنْحُ اللَّيْلِ ) adalah kegelapan malam, yakni datangnya malam setelah matahari tenggelam. ( فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ ) yakni tahanlah anak-anak untuk keluar pada waktu tersebut karena dikhawatirkan mereka akan diganggu oleh setan yang banyak berkeliaran pada saat itu.
(Syarah Shahih Muslim 14/185-186, Fathul Bari 6/411)

Belumkah pula sampai pada mereka larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang semakna dengan perintah dalam hadist di atas:

لاَ تُرْسِلُوا فَوَاشِيَكُمْ وَ صِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَتُ الْعِشَاءِ، فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ تَنْبَعِثُ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ حَتَّي تَذْهَبَ فَحْمَةُ العِشَاءِ

“Janganlah kalian melepas hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian apabila matahari telah tenggelam hingga berlalu fahmah isya karena para setan keluar/berjalan cepat apabila matahari tenggelam sampai berlalu fahmah isya.”
(HR. Muslim No. 2013)

Kalimat ( فَحْمَةُ الْعِشَاءِ ) (fahmah isya) dalam hadist di atas maknanya adalah gelap dan hitamnya malam, atau datangnya malam dan awal gelapnya. (Syarah Shahih Muslim 14/186). Sebagian ahlul ilmi memaknainya dengan datangnya waktu ‘Isya dan awal gelapnya. Kegelapan antara shalat Maghrib dan ‘Isya diistilahkan fahmah sedangkan antara shalat ‘Isya dengan shalat Shubuh diistilahkan ‘as’asah.
(Nihayatul Gharib , 3/317)

Dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di atas, jelas sekali beliau memberi bimbingan agar anak-anak tidak dibiarkan keluar rumah, tapi ditahan di dalam rumah, ketika matahari telah tenggelam dan malam telah datang dengan kegelapannya. Bimbingan ini beliau berikan untuk menjaga anak-anak dari gangguan setan karena di waktu tersebut setan banyak bertebaran.

Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata:

“Dalam hadist ini terdapat sejumlah kebaikan dan adab yang mengumpulkan kebaikan dunia dan akhirat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan umatnya untuk melakukan adab-adab ini karena dengan melakukannya berarti menempuh sebab keselamatan dari gangguan setan. Setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup dan tidak dapat pula mengganggu anak kecil dan selainnya apabila dilakukan perkara ini (dengan menyebut nama Allah/mengucapkan bismillah).”
(Syarah Shahih Muslim, 14/185)

Ibnul Jauzi Rahimahullah menyatakan bila anak-anak kecil berkeliaran di luar rumah pada waktu tersebut dikhawatirkan mereka akan mendapat gangguan dari setan sementara anak-anak umumnya belum dapat berzikir dimana dengannya bisa membentengi diri mereka dari setan. Setan ini ketika bertebaran mereka bergantungan dengan apa yang memungkinkan bagi mereka untuk bergantung.
(Fathul Bari, 6/411)

Dari hadist di atas, kita pun mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan menutup pintu rumah dengan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menghalangi masuknya setan yang akan membawa kemudharatan bagi penghuni rumah. Bila pintu telah ditutup dengan mengucapkan bismillah, setan tidak akan mampu membukanya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:

فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

“Setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup.”
(HR. Al-Bukhari No. 3304 dan Muslim No. 2012)

Ibnu Daqiqil ‘Ied Rahimahullah berkata: “Dalam perintah menutup pintu ada maslahat diniyyah dan duniawiyyah (kebaikan dunia dan akhirat) berupa penjagaan jiwa dan harta dari ahlul batil dan pembuat kerusakan terlebih lagi dari para setan. Adapun hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:

فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

“Setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup”

Merupakan isyarat bahwa perintah menutup pintu bertujuan untuk menjauhkan setan dari bercampur baur dengan manusia.”

Beliau Rahimahullah juga menyatakan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengabarkan bahwa setan tidak diberi kekuatan untuk melakukan sesuatu pun dari perkara yang disebutkan dalam hadist (seperti membuka pintu yang tertutup, bejana yang tertutup, dsb, pen.) walaupun ia diberi kekuatan yang lebih besar daripada itu seperti masuk ke tempat-tempat yang tidak mampu dimasuki manusia.”
(Fathul Bari, 11/90)

Al-Mubarakfuri Rahimahullah menyatakan bahwa setan ini bisa dikatakan tertolak untuk masuk ke rumah seseorang dari seluruh sisinya dengan barakah tasmiyah (ucapan bismillah). Dalam hadist hanya disebutkan perintah menutup pintu (dengan membaca bismillah) karena pintu merupakan bagian yang paling mudah untuk dilalui ketika masuk ke dalam rumah. Bila setan ini tertolak untuk masuk lewat pintu (karena pintunya tertutup dengan mengucapkan bismillah) maka tentunya setan ini lebih tertolak lagi untuk masuk ke dalam rumah lewat bagian rumah yang lebih sulit dilalui.
(Tuhfatul Ahwadzi, 5/433)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Rahimahullah berkata: “Menyebut nama Allah akan memisahkan setan dari melakukan perkara-perkara yang disebutkan. Dengan demikian, bila tidak disebut nama Allah, setan bisa melakukan perkara-perkara tersebut. Yang menguatkan hal ini adalah hadist yang dikeluarkan oleh Muslim1 dan Al-Arba’ah2 dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu secara marfu’ 3:

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ الله عِنْدَ دُخُوْلِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لاَ مَبِيْتَ لَكُمْ وَ لاَ عَشَاءَ. وَ إِذَ دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ الله عِنْدَ دُخُوْ لِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ. وَ إِذَا لَمْ يَذْكُرِ الله عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَيْتَ وَالْعَشَاءَ.

“Apabila seseorang masuk ke rumahnya dalam keadaan berzikir kepada Allah ketika masuknya dan ketika memakan makannya, berkatalah setan: Tidak ada tempat bermalam bagi kalian dan tidak ada makan malam. Kalau orang itu masuk rumah, dia tidak berzikir ketika masuknya, berkatalah setan: Kalian mendapatkan tempat bermalam. Dan bila dia tidak berzikir ketika makan, berkatalah setan: Kalian mendapatkan tempat bermalam dan makan malam.”
(Fathul Bari, 11/90)

Duhai, alangkah jauhnya lingkungan kita dan masyarakat kita dari mengamalkan tuntunan agama ini. Semoga dengan membaca nasehat ini, mereka mendapatkan ilmu dan pemahaman, yang kemudian mereka amalkan dalam kehidupan mereka, amin… Allah sajalah yang memberi taufik!!!

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Footnote:
1 No. 2018.
2 Yaitu At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah.
3 Sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. II/No.15/1426H/2005, Rubrik Mutiara Kata, Hal. 76-78.


Artikel Dari : akhwat.web.id