Warung Bebas
Showing posts with label Tazkiyatun Nufus. Show all posts
Showing posts with label Tazkiyatun Nufus. Show all posts

Tuesday, 2 October 2012

Hikmah Dalam Sakit

Hikmah Dalam Sakit - Hikmah Dalam Musibah Sakit Sakit adalah sesuatu hal yang pastinya kita akan mengalaminya. Baik itu waktu kita masih kecil, kanak-kanak sampai dewasa seperti sekarang ini, atau nanti saat kematian hendak menjemput kita. Hal yang seringkali membuat kita baru merasakan betapa nikmat sehat adalah di kala kita mengalami apa yang dinamakan dengan sakit itu sendiri. Hidup kita ini tidak terlepas dari cobaan serta ujian, bahkan cobaan dan ujian dalam hal ini sakit merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya bagi dirinya.

Orang yang sedang ditimpa penyakit tidak perlu dicekam rasa takut selama ia mentauhidkan Allah dan menjaga shalatnya. Bahkan, meskipun di masa sehatnya ia banyak berkubang dalam dosa dan maksiat, karena Allah itu Maha Penerima taubat sebelum ruh seorang hamba sampai di kerongkongan.

Hikmah Dalam Sakit

Hendaknya seorang hamba bersabar dan memuji Allah ketika tertimpa musibah sakit, sebab walaupun ia sedang sakit maka tentu masih ada orang lain yang lebih parah, dan jika tertimpa kefakiran maka pasti ada yang lebih fakir lagi. Hendaknya ia melihat sakit yang diderita dengan nikmat yang telah diterima dan dengan memikirkan faedah dan manfaat dari sakitnya. Dalam urusan agama seseorang harus memandang yang diatasnya agar tidak merasa bahwa dirinyalah orang yang terbaik, sedang dalam urusan dunia ia harus memandang orang yang ada di bawahnya agar menimbulkan rasa syukur dan melahirkan pujian kepada Allah.

Beberapa hikmah sakit dan juga hikmah dibalik musibah sakit yaitu :
  1. Sakit akan menghapuskan dosa. Perlu kita mengetahui saudaraku bahwasannya penyakit atau sakit yang kita dapatkan adalah bisa merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Allah Ta'ala berfirman :"Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. asy-Syuura: 30).
  2. Sakit akan mengingatkan seorang hamba atas kelalaiannya. Sesungguhnya di balik sakit akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Dan ini adalah salah satu dari sakit dan hikmah dibaliknya
  3. Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya."(HR. Muslim)
  4. Sakit akan Membawa Keselamatan dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi." (HR. Muslim). Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka." (HR. Al Bazzar, shohih)
Jika seseorang selalu dalam keadaan sehat maka ia tidak akan mengetahui derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu pula besarnya nikmat sehat yang ia peroleh. Maka ketika seorang hamba sakit, ia ingin agar bisa segera pulih sebagaimana kondisi semula ketika sehat, sebab setelah sakit itulah ia akan tahu apa artinya sehat.

Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat. Apalagi pada penderita sakit yang telah sekian lama berobat kesana kemari namun tak kunjung sembuh. Maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan untuk sembuhnya penyakit ini kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.

Untuk itu bila kita sedang diberikan ujian serta cobaan sakit ini jangan sampai kita berputus asa dari Rahmat Allah, senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan juga mencoba menyelami akan hakikat sakit itu sendiri serta mencoba mengerti dan memahami akan hikmah sakit serta memetik hikmah sakit yang kita alami.

Tuesday, 25 September 2012

Nikmat Sehat Dalam Islam

Nikmat Sehat Dalam Islam - Mensyukuri Nikmat Sehat Dalam Islam Rasulullah shallallahu a'alaihi wa salam bersabda :"Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum masa tuamu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, waktu kayamu sebelum waktu fakirmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu" (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrok, 4/341, dari Ibnu ‘Abbas.) Demikian salah satu hadist Rasulullah mengenai manfaat nikmat sehat dan cara menggunakan nikmat sehat itu sendiri.

Islam memandang bahwa kesehatan merupakan nikmat dan karunia Allah Ta'ala yang wajib disyukuri. Disamping itu sehat juga adalah keinginan setiap manusia berakal, hal ini dikarenakan tidak seorang manusia pun yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan kewajiban hidup dapat dilaksanakannya dengan baik. Baik itu kewajiban sebagai manusia terhadap Sang Pencipta maupun kewajiban terhadap sesama manusia. Lalu bagaimana cara mensyukuri nikmat sehat itu sendiri ?

Nikmat Sehat Dalam Islam

Lalu bagaimana hubungan antara sehat kesehatan ini dengan Islam ? Islam memandang, bahwa kesehatan merupakan nikmat dan karunia Allah Ta'ala yang wajib disyukuri. Disamping itu sehat juga adalah obsesi setiap manusia berakal, hal ini dikarenakan tidak seorang manusia pun yang tidak ingin selalu sehat, agar tugas dan kewajiban hidup dapat dilaksanakannya dengan baik.

Karenanya kesehatan merupakan salah satu perkara yang diminta pertanggungjawabannya di hadapan pengadilan Allah Ta'ala kelak di Hari Kiamat, seperti dalam hadits Rasulullah yang berbunyi : "Nikmat yang pertama ditanyakan kepada setiap hamba pada hari Kiamat dengan pertanyaan "Tidakkah telah Kami sehatkan badanmu dan telah Kami segarkan (kenyangkan) kamu dengan air yang sejuk" (HR Imam Tirmizi). Itulah beberapa hadist Nabi Rasulullah yang berkaitan dengan kesehatan.

Untuk itulah salah satu jalan dan usaha kita dalam hal mensyukuri nikmat sehat ini adalah dengan senantiasa bersyukur pada Allah tatkala diberi kesehatan. Senantiasa bersyukur dengan melakukan ketaatan dan ibadah yang wajib maupun yang sunnah, maka niscaya Allah Ta'ala akan memberi kenikmatan yang lainnya dan lebih banyak lagi kenikmatan. Bersyukurlah atas nikmat sehat sebelum datang sakit. Dan bila kita diuji dengan sakit maka bersabar dan berprasangka baik kepada Allah adalah perkara wajib bagi setiap mukmin. Karena banyak hikmah di balik sakit bagi orang mukmin itu sendiri. Demikianlah kita melihat nikmat sehat dalam Islam itu sendiri.

Cara lainnya dalam mensyukuri nikmat sehat ini adalah dengan menjaga kebersihan. Islam juga memberikan perhatian dalam rangka menjaga kesehatan dan mensyukuri nikmat sehat dengan adanya anjuran dan perintah menjaga kebersihan. “Annadha fatu minal iiman” kebersihan itu adalah sebagian dari pada iman. Menjaga kebersihan adalah salah satu upaya untuk mencapai kesehatan. Dengan fisik yang sehat kita akan lebih khusyuk dalam ibadah, lebih fokus dalam bekerja-belajar, lebih siap mengemban amanah, lebih totalitas dalam mengerjakan segala sesuatunya.

Wednesday, 27 June 2012

Berdoa Kepada Allah

Berdoa Kepada Allah. Berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan manifestasi keimanan dan penghambaan seorang abdi (hamba) terhadap Khaliknya (Allah). Dengan berdoa inilah seorang hamba akan menjadi dekat dengan Rabbnya karena doa merupakan sarana Taqarrub yang diperintahkan oleh Allah serta dicontohkan pula oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Banyak keutamaan-keutaaman doa dan berdoa. Diantara dari keutamaan doa adalah :
"Berdoalah kepadaKu,niscaya akan Kuperkenankan bagimu...." ( QS, Al-Mu'min : 40 ).
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku,maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu. Maka, hendaklah mereka memenuhi ( segala perintah )Ku dan hendaklah mereka selalu dalam kebenaran."( QS. Al-Baqarah : 186 ).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Esa dan Maha Pemurah. Ketika seorang hamba mengangkat tangannya kepadaNya dalam berdoa, Dia merasa malu bila hamba itu menarik lagi tanggannya dengan hampa."( HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi )

berdoa kepada Allah, Keutamaan berdoa, Mencari Ilmu

Hal-hal yang berkaitan dengan berdoa kepada Allah Ta'ala di antaranya yaitu :
  1. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Jika seseorang tidak memohon kepada Allah, Dia akan murka kepadanya." (Shahih Al-Jami', No.2414 ). Apakah doa dikabulkan atau tidak dikabulkan, seseorang harus terus berdoa. Sebaliknya, kita takut akan turunnya murka Allah. Selain itu, doa mendatangkan keridhaan Allah. Oleh karena itu, kita harus terus berdoa tanpa merasa lelah.
  2. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Ibadah yang paling utama adalah berdoa." ( Shahih Al-Jami' , No.1133 ).
  3. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Orang yang paling lemah adalah yang tidak mau berdoa, dan orang yang paling bakhil adalah yang tidak mau memberi salam." ( Shahih Al-Jami' ,No 1055 ).
  4. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah Yang Mahatinggi daripada doa." ( Shahih Al-Jami', No.5268 ).
  5. Jika Anda ingin agar doa kita dikabulkan, berdoalah secara rutin dalam sholat anda dan dalam sholat-sholat sunnah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :"Jika seseorang menyatakan permusuhan kepada waliKu, maka Aku akan menyatakan perang terhadapnya.
  6. Sesuatu yang paling disukai yang dapat mendekatkan hambaKu kepadaKu adalah apa yang Aku perintahkan kepadanya. Namun hambaKu masih terus mendekat kepadaKu dengan sholat-sholat sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihatnya, menjadi tangannya yang dengannya ia berbuat, dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta kepadaKu, maka Aku akan memberinya. Jika ia mencari perlindunganKu, maka Aku akan melindunginya." ( HR. Al - Bukhari ).
  7. Hal yang terbaik bagi seseorang adalah berdoa dengan doa-doa yang terdapat dalam Al - Quran dan Sunnah dengan beberapa perubahan sepanjang mengikuti syarat-syarat dan adab-adab berdoa.
  8. Dianjurkan kepada seseorang agar bersyukur kepada Allah setelah doanya dikabulkan.
  9. Aisyah ra berkata : "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam lebih menyukai doa yang memiliki cakupan luas dan meninggalkan doa-doa yang terbatas."( HR.Abu Dawud ).
  10. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : " Tak ada sesuatu pun yang menolak Qadha Allah kecuali doa,dan tidak ada sesuatu yang dapat menambah umur kecuali kesalihan ". (Shahih Al - Jami' , No 7564 )
  11. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Setiap nabi memiliki sebuah doa yang dikabulkan. Akan tetapi,aku ingin menyimpa doaku, Insya Allah untuk syafaat kepada umatku pada hari kiamat."( HR. Bukhari, Muslim ).

Saturday, 19 May 2012

Sakaratul Maut

Sakaratul Maut.Setiap orang yang beriman akan merasakan kengerian dan sakitnya sakaratul maut sesuai dengan kadar keimanan mereka. Sehingga para Nabi‘alaihimussalam adalah golongan yang paling dahsyat dan pedih tatkala menghadapi sakaratul maut, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
"Sesungguhnya manusia yang berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian yang semisalnya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya." (HR. At-Tirmidzi no. 2398; Ibnu Majah no. 4023)
sakaratul maut, mencari ilmu

Allah subhanahu wata’ala dengan sifat rahmah-Nya yang sempurna, senantiasa memberikan berbagai peringatan dan pelajaran, agar para hamba-Nya yang berbuat kemaksiatan dan kezhaliman bersegera meninggalkannya dan kembali ke jalan Allah subhanahu wata’ala.Sementara hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang beriman akan bertambah sempurna keimanannya dengan peringatan dan pelajaran tersebut. Di antara sekian banyak peringatan dan pelajaran, yang paling berharga adalah tatkala seorang hamba dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan dahsyatnya sakaratul maut yang menimpa saudaranya.

Tatkala ajal seorang hamba telah sampai pada waktu yang telah Allah subhanahu wata’ala tentukan, dengan sebab yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan, pasti dia akan merasakan dahsyat, ngeri, dan sakit yang luar biasa karena sakaratul maut, kecuali para hamba-Nya yang Allah subhanahu wata’ala istimewakan. Mereka tidak akan merasakan sakaratul maut kecuali sangat ringan.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (yang artinya):
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya."(QS. Qaf: 19)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
"Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Sesungguhnya kematian ada masa sekaratnya."(HR. Al-Bukhari)

Allah subhanahu wata’ala dengan rahmah-Nya telah memberitahukan sebagian gambaran sakaratul maut yang akan dirasakan setiap orang, sebagaimana diadakan firman-Nya (yang artinya):
"Maka mengapa ketika nyawa sampai di tenggorokan, padahal kamu ketika itu melihat, sedangkan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah )? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?" (QS.Al-Waqi’ah: 83-87)

Agar hati kita kembali menjadi lunak dan pintu hati kita terbuka lebar-lebar untuk menerima dan mengamalkan kebenaran, maka alangkah baiknya bila kita sering-sering berziarah ke kuburan. Dengan berziarah ke kuburan, diharapkan anda akan senantiasa menyadari, cepat atau lambat anda pasti menjadi salah seorang dari penghuni kuburan.

Marilah kita berjuang, dan berdoa memohon kepada Allah agar diri kita –dengan rahmat dan kemurahan Allah- dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan keteguhan dan kemudahan ketika menghadapi sakaratul maut dan Malaikat Maut dimudahkan. Amiin.

Sunday, 1 April 2012

Durhaka Kepada Orang Tua

Durhaka Kepada Orang Tua.Islam telah mensyariatkan bahwa orang tua memiliki porsi tertinggi untuk diberikan pelayanan oleh seorang anak. Oleh karena itu, membuat kedua orang tua menangis adalah salah satu larangan yang harus dijauhi.

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Saya datang demi berbaiat kepadamu untuk berhijrah, namun saya meninggalkan kedua orang tuaku menangis.’ Maka, Rasulullah bersabda, ‘Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau membuat keduanya menangis.’”
(HR. Abu Dawud).

durhaka kepada orang tua,jangan durhaka,Mencari Ilmu

Orang tua kita merupakan sebab lahirnya kita di dunia ini. Oleh karena itu, perhatikanlah bahwa Allah telah menunjukkan besarnya hak orang tua dengan menggandengkan antara perintah untuk berbuat baik kepada keduanya dengan perintah untuk bertauhid kepada-Nya, sebagaimana dalam potongan surat Luqman, ayat 14 berikut ini, yang artinya. “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu.” Dengan demikian, melakukan kedurhakaan kepada orang tua merupakan perbuatan keji dan termasuk dosa besar yang diancam dengan siksa neraka.

Dari Thoisalah rahimahullah, bahwasannya Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya,” Apakah engkau takut masuk dalam neraka?”. Aku berkata, “Iya”. Ia berkata, “Dan apakah engkau ingin masuk dalam surga?”. Aku berkata, “Iya” Ia berkata, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?”. Aku berkata, “Ibuku bersamaku”. Ia berkata, “Demi Allah jika engkau lembut tatkala berbicara dengannya dan engkau memberi makan kepadanya maka engkau sungguh akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar”
(Tafsir Ath-Thabari).

Durhaka kepada orang tua adalah termasuk dalam salah satu dosa besar yang harus kita hindari.Hal ini tercentum dalam salah satu sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dosa-dosa besar adalah berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa serta sumpah palsu.”
(HR. Bukhari).
Yang perlu digaris bawahi dari hadist diatas adalah bahwasannya Rasulullah menempatkan dosa durhaka kepada orang tua setelah dosa syirik, dan sebelum dosa membunuh jiwa. Maka, bisa kita bayangkan betapa besar dosa durhaka kepada orang tua ini.

Tuesday, 13 March 2012

Amar Makruf Nahi Mungkar

Amar Makruf Nahi Mungkar.
Usamah ibn Zaid r.a mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
" Seseorang akan dipanggil pada hari kiamat,lalu orang itu dilempar ke neraka.Maka, usus-usus perutnya akan keluar dengan cepat.Orang itu akan berjalan berputar-putar dengan usus yang berceceran ke luar, sebagaimana seekor keledai yang mengitari tanah lapang.Para penghuni neraka lainnya berkumpul.Mereka berkata : " Hai Fulan, bukankah kamu orang yang suka melakukan amar makruf nahi mungkar ? Ia menjawab : Benar, Saya memerintahkan kebaikan, namun saya sendiri tidak melakukannya dan saya melarang kemungkaran, namun saya sendiri melakukannya."
( HR. Bukhari ), Shahih al-Bukhari,kitab al-Adab,11/273.

'Ikrimah menceritakan bahwa ada seorang laki-laki melewati sebuah pohon yang sedang disembah-sembah.Maka, ia marah besar. Ia berkata : "Pohon ini tidak layak disembah, selain Allah " Kemudian, ia mengambil kapak dan menungganggi keledainya.Ia melarikan keledainya menuju pohon tersebut, dengan tujuan untuk segera memotong pohon itu.Di tengah jalan, ia dicegah oleh Iblis yang menjelma manusia.

amar makruf nahi mungkar,Mencari Ilmu

Iblis bertanya pada orang tersebut : " Kamu mau kemana?" Orang tersebut menjawab : "Saya melihat sebuah pohon yang disembah-sembah, maka saya berniat karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala, untuk mengendarai keledaiku, mengambil kapakku, dan berlari menuju pohon itu, agar dapat segera memotongnya."

Lalu, Iblis berkata kepadanya : "Kembalilah ke rumah, saya akan memberimu uang 4 dirham setiap hari. Kamu tinggal mengangkat kasurmu setiap pagi, maka kamu akan mendapatkan uang itu." Orang itu berkata : Banarkah kamu bisa melakukan hal itu?" Iblis menjawab : "Ya, saya akan melakukan itu untukmu ." Akhirnya orang tersebut pulang kerumahnya.

Selama dua atau tiga hari, atau berhari-hari lamanya, ia dapat menikmati santunan dari iblis. Kemudian pada suatu pagi, saat ia mengangkat kasurnya, ternyata ia tidak menemukan uang dirham. Ia pun tidak lagi mendapatkan uang dirham di bawah kasurnya. Maka, setelah berfikir sejenak setelah tidak mendapatkan uang dirhamnya, ia segera mengambil kapaknya, menaiki keledainya, dan melaju menuju pohon yang disembah-sembah itu.

Iblis pun kembali mengadangnya di tengah jalan.Dalam sosok manusia, iblis bertanya : "Mau kemana kamu?" Orang itu menjawab : "Saya akan memotong pohon itu yang disembah-sembah. "

Iblis berkata kepada orang itu : "Kamu tidak akan sanggup memotongnya. Tidaklah kamu tahu, kepergianmu yang pertama karena kamu benar-benar murka karena Allah. Seandainya penduduk langit dan bumi berkumpul, maka mereka tidak akan sanggup menghalang-halangimu. Tetapi, sekarang lain. Kepergianmu kali ini didasarkan karena tuntutan nafsumu, karena kamu tidak alagi menemukan uang dirham. Seandainya kamu berani maju selangkah pun, maka saya akan menebas lehermu ."Akhirnya, orang tersebut kembali ke rumahnya dan meninggalkan pohon itu tetap tegak berdiri.

Abu al-Laits berkata : "Ketahuilah, wahai saudaraku, bagi orang yang beramar makruf, hendaknya ia memurnikan niatnya hanya karena mengharapkan ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan meninggikan agama Islam, jangan karena dorongan hawa nafsunya. Karena, jika amar makruf diniatkan untuk mengharap ridha Allah dan meninggikan agama Islam, maka Allah akan menolongnya dan memberikan taufik kepadanya.Namun, jika niatnya karena dorongan hawa nafsu, maka Allah akan membinasakannya. Bagi orang yang beramar makruf, hendaknya ia memerintahkan kebaikan dengan cara sembunyi-sembunyi, agar pesan dan nasihatnya dapat diterima dengan baik."

Abu al-Darda' berkata :"Siapa yang menasihati saudaranya di khalayak ramai, maka ia telah mempermalukannya. Dan, barangsiapa yang menasehati saudaranya di kala sepi,maka ia telah menghiasinya."

Umar ibn 'Abd al-Aziz berkata : "Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak akan menyiksa masyarakat luas, disebabkan amalan buruk segelintir orang. Hanya saja, jika kemaksiatan telah merajalela dan mereka tidak berusaha mencegahnya maka semua penduduk kota itu berhak mendapatkan siksa."

Dalam satu riwayat disebutkan : Allah Ta'ala mewahyukan kepada Yusya' ibn Nun bahwa sesungguhnya aku akan menghancurkan sebagian kaummu, sebanyak 40 ribu orang-orang baik dan 60 ribu orang jahat.Lalu, Yusya' Ibn Nun berkata : "Wahai Tuhanku, saya tidak keberatan jika Engkau menyiksa orang-orang jahat. Tetapi bagaimana dengan orang-orang yang baik ?" Allah menjawab : "Sesungguhnya mereka tidak merasa takut dengan kemarahanKu. Sebaliknya, mereka ikut makan dan minum bersama orang-orang jahat."

Allah mencela orang-orang yang meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar.
Allah SWT berfirman :
"Mereka tidak saling mencegah tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu."
( QS. Al-Maidah(5) : 79 ).

Sumber : Menebar Kebaikan.

Tuesday, 21 February 2012

Keabadian Akhirat

Keabadian Akhirat.Melanjutkan postingan kemarin kawan tentang mencari rejeki maka hari ini Mencari Ilmu akan berbagi artikel islami kembali kawan.Dan pembahasan hari ini adalah mengenai keabadian akhirat dan semoga artikel keabadian akhirat ini bermanfaat kawan.

Apakah kita ingin selalu awet muda, sehat, kaya, dan tidak akan mati ? Jika kita menginginkan itu, maka bukan di dunia tempatnya, tapi di keabadian akhirat dan semoga artikel akhirat.Kehidupan dunia ini telah Allah ciptakan untuk sebuah penderitaan dan kefanaan.Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja menyebutnya sebagai "Main-main, sendau gurau, dan penuh tipu daya."

keabadian akhirat, akhirat nan abadi, mencari ilmu

Dibawah ini ada sebuah kisah mengenai seorang penyair.Pernah seorang penyair hidup tanpa uang dan tidak punya apa-apa, padahal dia sedang dipuncak keemasannya.Dia pernah berusaha mencarinya, tapi tak mendapatkannya.
Pernah mencoba menikahi seorang gadis, tapi gagal.Ketika kemudian usianya sudah lanjut, rambutnya telah beruban dan tulang-tulangnya telah rapuh, harta itu datang sendiri kepadanya darimana saja, isteri tak susah didapat, juga tempat tinggal.Tapi ini justru membuatnya mengeluh.

Dia lalu bersyair :
" Apa yang kuharapkan saat berusia dua puluhan
kudapatkan saat umurku lewat tujuh puluhan
Wanita-anita cantik Turki mengelilingi diriku,
laksana kijang di tengah-tengah pegunungan
Orang-orang berkata, keluhanku membuatmu tak nyenyak tidur.
Semalam apa yang engkau keluhkan ?
Kujawab usia delapan puluhan ".

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
" Dan, apakah Kami tidak memanjangkan umurmu alam masa cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan ".
( QS. Fathir : 37 ).

" Dan, mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami ".
( QS. Al-Qashash : 39 ).

" Dan, tiadalah kehidupan ini melainkan sendau gurau dan main-main ".
( QS. Al-'Ankabut : 64 ).

Perumpamaan kehidupan ini adalah seorang musafir yang sedang bernaung di bawah sebatang pohon, yang sejenak kemudian pergi dan meninggalkan pohon itu.Marilah kita belajar dari hal tersebut.Marilah kita hidup didunia ini untuk bekal kehidupan nan abadi di akhirat kelak.

Dipublish ulang di : Mencari Ilmu
Sumber : Menebar Kebaikan

Tuesday, 14 February 2012

Mencari Rejeki

Mencari Rejeki.
Bismillahirrahmanirrahiim
Maha Suci Sang Pencipta dan Pemberi rejeki.Dia memberi rejeki kepada ulat yang ada di dalam tanah, kepada ikan yang ada di air, kepada burung yang ada di udara, kepada semut yang ada di kegelapan, dan kepada ular yang ada di antara bebatuan yang kasar.Dan hari ini Insya Allah, Mencari Ilmu akan berbagi sedikit mengenai sebuah kisah dalam hal Mencari Rejeki

Ibnul Jauzi pernah mengemukakan sebuah kisah yang menarik tentang seekor ular buta dalam rangka mencari rejeki.Ketika ular tersebut melilitkan tubuhnya di atas pohon kurma, seekor burung datang membawa sepotong daging dan menyuapkannya ke mulut ular.

Saat mendekati ular, si burung mengeluarkan bunyi-bunyian dan bersuit sampai ular tersebut membuka mulutnya.Baru setelah itu, si burung memasukkan potongan daging ke dalam mulutnya.Maha Suci Allah yang telah membuat burung ini menurut pada sang ular.

mencari rejeki,Mencari Ilmu, Rejeki

"Dan, tiadalah burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat ( juga ) seperti kamu."
( QS. Al-An'am : 38 ).

Maryam, ibu Nabi Isa, selalu mendapatkan rejekinya setiap pagi dan sore di dalam mihrab.Ketika ditanya : " Darimana kau mendapatkan ( semua ) ini, Maryam ?" " Itu ( semua ) dari sisi Allah, sesungguhnya Allah memberi rejeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas."

Oleh sebab itu, tak usah bersedih, sebab rejeki itu telah dijamin.
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.Kami akan memberi rejeki kepadamu dan kepada mereka."
( QS. Al-An'am : 151 ).

Dan perlu diketahui oleh umat manusia, bahwa Dzat yang memberi kepada orang tua dan anak itu adalah Dzat yang tidak beranak dan tidak diperanakkan

Dzat yang memiliki perbendaharaan harta yang sedemikian besar dan agung itu telah memberi jaminan rejeki pada semua manusia.Lalu mengapa kita bersedih, padahal Allah telah menanggung semuanya ?
"Maka mintalah rejeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya. "
( QS. Al-'Ankabut : 18 ).
"Dan Rabbku, yang Dia memberi makan dan minum padaku."
( QS. Ays-syu'ara : 79 ).

Sumber Mencari Ilmu : Menebar Kebaikan

Tuesday, 7 February 2012

Cinta Dalam Islam

Cinta Islam.
Islam datang, kemudian membuatkan syariat, menggariskan akidah, pemikiran, konsepsi, dan akhlak.Islam mengatur semua itu dan mengarahkannya kepada Dzat Yang Maha Tunggal.Maka inilah Cinta dalam Islam

Suatu ketika, Rasululluh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdiri di atas mimbar dan berkhotbah kepada para shahabat, namun tiba-tiba salah seorang Arab Badui menyela pembicaraan beliau.Beliau pun menoleh kepadanya dan bertanya : "Ada apa denganmu ?"

Ia balik bertanya : "Kapan terjadinya kiamat ?" Beliau pun diam, kemudian melanjutkan khotbahnya.Setelah selesai, beliau bertanya kepada orang itu : "Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi kiamat ?"

Ia menjawab : "Ya Rasululluh, demi Allah, aku belum menyiapkan diri untuk menghadapinya dengan banyak mengerjakan shalat, puasa, atau sedekah.Hanya saja, aku mencintai Allah dan RasulNya ".

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian bersabda : "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai ".
( HR. Bukhari (3688, 7153) dan Muslim (2639) dari shahabat Anas bin Malik r.a ).

cinta dalam islam,cinta Islam,Islam Cinta

Hasan Al-Bashri mengomentari hadist di atas berkata : "Janganlah kalian sampai tertipu oleh cinta begitu saja.Demi Allah, yang tiada sesembahan yang berhak diibadahi selain Dia, kaum Nabi 'Isa putra Maryam juga sangat mencintai beliau sampai akhirnya menuhankan beliau.Dengan demikian, kecintaan yang mereka berikan itu menyebabkan mereka masuk neraka.

Imam Ghozali dalam kitab Al-Ihya' membawakan riwayat bahwa Ibnu Umar r.a pernah berkata : "Demi Allah, seandainya aku infakkan seluruh hartaku di jalan Allah, lalu aku berpuasa di siang hari tanpa pernah berbuka, dan selalu shalat malam tanpa pernah tidur, kemudian aku bertemu dengan Allah, namun aku tidak mencintai para pelaku ketaatan dan tidak membenci para pelaku kemaksiatan, maka aku khawatir jika Allah kelak akan menelungkupkan wajahku di dalam neraka ".

Bertolak dari sinilah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjadikan cinta sebagai akidah.

Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa Rasulullah bersabda : "Barangsiapa mencintai Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menolak karena Allah, maka telah sempurnalah imannya ".
( HR. Abu Dawud (4681) dari Abu Umamah r.a ).
Cinta itu terbagi menjadi dua macam, yakni cinta yang bersifat fithri jibili ( sudah fitrahnya manusia diciptakan dengan sifat itu ) dan cinta yang bersifat sababi kasbi ( hasil upaya manusia ).

Cinta yang bersifat fithri jibili, seorang hamba tidaklah dicela karenanya.Sebab, Allah memang telah menciptakannya di atas fithrah seperti itu, seperti kecintaan seseorang kepada makanan, kecintaan kepada air, kecintaan kepada anak, isteri dan teman-teman.

Adapun cinta yang bersifat sababi kasbi adalah cinta irodi ( kehendak dan pilihan manusianya sendiri ), dimana Allah akan menghisab manusia atas cinta ini jika sampai memalingkannya untuk selain mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya : "Bagaimana Allah berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan ( musuh ), maka berteguhlah hatilah kamu dan sebutlah ( nama ) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung "
( QS. Al-Anfal (8) : 45 ).

Bagaimana Allah mengingatkan mereka agar menyebut nama-Nya pada saat-saat genting seperti itu.Bukankah di sana ada waktu selain waktu pertempuran dengan musuh, waktu perang dan waktu bertemunya pedang ?"

Beliau menjawab : "Sesungguhnya orang-orang yang dicintai itu menjadi terhormat disebabkan karena menyebut pihak yang mereka cintai pada saat-saat genting.

Tidakkah kalian pernah dengar syair yang dibawakan oleh 'Antaroh ketika ia berkata tentang kekasihnya :

Aku sebut namamu ketika anak panah menusukku
Sementara itu darah pun mengucur dari tubuhku
Aku ingin mengecup pedang itu
Karena ia berkilau seperti keberserian senyum bibirmu

Orang-orang jahiliyah dahulu saling memberikan pujian, bahwa mereka menyebut kekasih mereka pada waktu berkecamuknya perang.Lalu Allah hendak mengubah keyakinan yang berbau dosa itu dengan menyebut nama-Nya pada saat - saat genting.Oleh karena itu, termasuk dzikir yang paling utama adalah menyebut nama Allah pada saat bertempur melawan musuh-Nya.

Sumber mencari Ilmu : Menebar Kebaikan

Tuesday, 8 November 2011

Keistimewaan Hari Arafah

Keistimewaan Hari Arafah

Ustadz Anas Burhanuddin, MA

Hari Arafah yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah setiap tahun merupakan salah satu hari yang paling utama sepanjang tahun. Bahkan dalam madzhab Syafi’i disebutkan bahwa jika ada orang yang mengatakan, ‘Isteri saya jatuh talak pada hari paling utama’, maka talak tersebut jatuh pada hari Arafah. Keistimewaan hari ini berdasarkan pada dalil umum dan khusus.

Dalil umum yaitu hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari-hari di mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah Ta’ala daripada hari-hari yang sepuluh ini”. Para Sahabat bertanya, “Tidak juga jihad di jalan Allah ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatupun.”
(HR. al-Bukhari no. 969 dan at-Tirmidzi no. 757, dan lafazh ini adalah lafazh riwayat at-Tirmidzi).

Maksudnya adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah yang merupakan rangkaian hari paling utama sepanjang tahun. Hadits ini menunjukkan disyariatkannya memperbanyak amal saleh di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan hari Arafah termasuk di dalamnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Siang hari pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama daripada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan, dari malam sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama daripada malam sepuluh hari pertama Dzulhijjah.”


Adapun dalil khusus yang menunjukkan keistimewaan hari Arafah di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Di hari ini Allah Ta’ala paling banyak membebaskan manusia dari neraka. Ibunda kaum Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari di mana Allah Ta’ala membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata : Apa yang mereka inginkan?”
(HR. Muslim no. 1348).

Maksudnya, tidak ada yang mendorong mereka untuk meninggalkan negeri, keluarga dan kenikmatan mereka (untuk menunaikan ibadah haji-red) kecuali ketaatan kepada Allah Ta’ala dan pencarian ridhaNya.

2. Doa di hari Arafah adalah doa terbaik. Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah La ilaha illallah wahdahu la syarikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir.”
(HR. at-Tirmidzi no. 3585, dihukumi shahih oleh al-Albani rahimahullah).

3. Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling pokok. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh sekelompok orang dari Nejeb tentang haji, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Haji itu adalah Arafah.
(HR. at-Tirmidzi no. 889), an-Nisa’i no. 3016 dan Ibnu Majah no. 3015, dihukumi shahih oleh al-Albani rahimahullah).

Maksud hadits ini adalah bahwa wukuf di Arafah merupakan tiang haji dan rukunnya yang terpenting. Barang siapa meninggalkannya, maka hajinya batal, dan barangsiapa melakukannya, maka telah aman hajinya.

4. Puasa di hari Arafah memiliki keutamaan yang besar. Puasa sehari ini menghapuskan dosa dua tahun, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Puasa hari Arafah aku harapkan dari Allah bisa menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.
(HR. Muslim no. 1162).

Demikianlah, dalil-dalil ini cukup untuk menunjukkan keistimewaan dan keutamaan hari Arafah. Tidak hanya untuk para jamaah haji yang di hari itu memiliki agenda wukuf di Arafah. Kaum Muslimin yang lain juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendulang pahala dan ampunan dari Sang Maha Pengampun. Semoga Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya kepada kita.

Sumber: Majalah As-Sunnah edisi: 06 / thn XV / Dzulqadah 1432H / Oktober 2011

Demikian tadi kawan artikel mengenai Keistimewaan Hari Arafah semoga artikel mengenai Keistimewaan Hari Arafah ini dapat bermanfaat kawan

Monday, 17 October 2011

Jangan Berduka Dan Bersedih

Jangan Berduka Dan Bersedih

Hati tenang, bahagia, dan hilangnya kegundahan adalah dambaan setiap insan.

Insan yang berakal menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di Rahimahullah dalam bukunya, al-Wasaailu al-Mufaidah lil Hayatatis Sa’idah mengetahui bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan yang ia jalani dengan bahagia dan tenang. Kehidupan ini pendek sekali, lanjut Syaikh As-Sa’di, maka tak sepantasnya memperpendek dengan kesedihan dan larut dalam kesusahan.

Jika seorang hamba ditimpa musibah atau takut akan sebuah musibah hendaklah membandingkan antara nikmat-nikmat yang ia dapatkan, baik dalam urusan agama atau dunia dengan musibah yang menimpanya. Dengan membandingkan akan jelas baginya betapa banyak nikmat yang dia dapatkan dan tertutupilah musibah yang menimpanya.

Selanjutnya Syaikh as-Sa’di menyarankan, hendakhnya juga membandingkan antara kemungkinan bahaya yang akan menimpanya dengan banyaknya kemungkinan akan dapat selamat darinya. Jangan sampai kemungkinan yang lemah dapat mengalahkan kemungkinan-kemungkinan kuat dan banyak. Dengan demikian, akan hilanglah kesedihan dan perasaan takutnya.

Juga memperkirakan hal paling besar yang dapat menimpanya, kemudian menyiapkan mental untuk menghadapi bila memang terjadi, berusaha mencegah apa-apa yang masih belum terjadi dan menghilangkan atau paling tidak meminimalisir musibah yang sudah terjadi.


Bila Tak Kesampaian

Bila seseorang dihadapkan dengan ketakutan , sakit, kekurangan atau tidak tercapai keinginannya, hendaklah dihadapi dengan tenang dan kesiapan mental, bahkan dia harus siap menghadapi keadaan yang lebih berat sekalipun, sebab, kesiapan mental dalam menghadapi musibah akan mengecilkan musibah tersebut dan menghilangkan bobotnya.


Terutama bila dia berusaha melawan sesuai kemampuan, sehingga dapat memadukan antara kesiapan mental dan usaha maksimal yang dapat mengalihkan perhatian dari musibah yang akan dating. Dan yang lebih penting lagi adalah selalu memperbarui kekuatan menghadapi musibah disertai dengan tawakkal dan yakin kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala.

Jika hati bersandar kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala, bertawakal kepada-Nya, tidak menyerahkan pada prasangka-prasangka buruk juga tidak dikuasai khayalan-khayalan negative, yakin serta sungguh-sungguh berharap atas karunia Allah Subhaanahu wa Ta’Ala, maka akan terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa.


Akan dicukupkan

Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan. Banyak rumah sakit yang penuh dengan pasien yag sakit karena prasangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan menyesatkan. Banyak orang yang kuat hatinya tapi masih terpengaruh dengan hal tersebut, apalagi orang yang memang lemah hatinya.

Dan betapa sering hal tersebut menyebabkan kedunguan dan kegilaan, kata Syaikh as-Sa’di. Orang yang sehat dan selamat adalah yang diselamatkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’Ala dan diberi-Nya taufik untuk berusaha mendapatkan faktor-faktor yang bias menguatkan hatinya dan mengusik kegelisahannya.

“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya”. (Ath-Thalaq: 3).

Artinya Allah Subhaanahu wa Ta’Ala akan mencukupkan untuknya semua apa yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya.

Maka orang yang bertawakal kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala, hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan.

Dia tahu, Allah Subhaanahu wa Ta’Ala akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakal kepada-Nya, dia yakin kepada Allah Subhaanahu wa Ta’Ala dan tenang karena percaya akan janji-Nya. Dengan demikian, hilanglah duka dan gelisah. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembiraan dan perasaan takut menjadi keimanan.

Abu Abdil Ghany (Majalah Nabila)
Diketik ulang oleh : Ummu ‘Umar dari Majalah Nabila (2004)

Artikel Dari : jilbab.or.id

Demikian tadi kawan artikel mengenai Jangan Berduka Dan Bersedih dan semoga artikel mengenai Jangan Berduka Dan Bersedih bermanfaat kawan.

Thursday, 13 October 2011

Kamar Untuk Orang Tua

Kamar Untuk Orang Tua
Berikut ini adalah kisah tentang sebuah kamar yang disiapkan oleh anaknya nanti bila telah mempunyai rumah.Dimana sang anak akan meletakkan kamar untuk orang tua
nya sendiri.Semoga kita bisa mengambil pelajaran, hikmah dan ibrah dari kisah berikut ini.

Ibu itu duduk di suatu sore membantu anak-anaknya mengulangi pelajaran mereka…Ia memberikan sebuah buku gambar kepada anaknya yang berusia 4 tahun agar tidak mengganggunya memberikan penjelasan kepada kakak-kakaknya yang lain.

Tiba-tiba saja ia teringat bahwa ia belum menyiapkan makan malam untuk ayah suaminya yang telah lanjut usia yang kebetulan tinggal bersama mereka di rumah itu, namun kamarnya terpisah dari bangunan utama rumah itu. Ia memang selalu berusaha berkhidmat kepada ayah mertuanya itu sedapat mungkin, dan suaminya ridha dengan apa yang ia lakukan kepada sang ayah yang tidak lagi mampu meninggalkan kamarnya karena kesehatannya yang lemah.

Ia segera membawa makanan untuknya dan menanyakannya jika ia membutuhkan bantuan yang lain. Setelah itu, wanita itupun pergi dan kembali berkumpul bersama dengan anak-anaknya…


Ia memperhatikan si bungsu asyik menggambar lingkaran dan persegi empat dengan memberinya kode…Ia pun bertanya kepadanya:

“Apa yang sedang engkau gambar ini, Sayang?”

Dengan polos, si bungsu itu menjawab:

“Aku sedang menggambar rumah yang nanti akan aku tinggali ketika aku dewasa dan menikah.”

Betapa bahagianya ibu muda itu mendengar jawaban si bungsu.

“Di mana engkau akan tidur nantinya?”

Si bungsu itupun mulai menjelaskan setiap kotak yang digambarnya. Ini kamar tidur. Ini adalah dapur dan ini adalah ruang untuk para tamu. Tinggallah sebuah kotak yang tersendiri di luar lingkaran yang dibuatnya. Kotak itu terpisah dari semua kotak yang digambarnya.

Sang ibu muda itu benar-benar heran. Maka ia bertanya padanya:

“Mengapa kamar ini berada di luar rumah sendirian, terpisah dari kamar-kamar lainnya?”

“Kamar itu untuk ibu…Aku akan menempatkan ibu di sana seperti sekarang kakekku hidup,” jawab si bungsu.

Bagai petir hebat menyambarnya, ibu muda itu benar-benar terkejut dengan apa yang diucapkan oleh putra bungsunya.

Ia mulai bertanya-tanya kepada dirinya sendiri: apakah aku akan tinggal sendiri di kamar luar rumah itu tanpa bisa menikmati obrolan bersama anakku dan cucu-cucuku ketika aku sudah tidak mampu lagi bergerak? Siapa yang akan kuajak berbicara ketika itu? Apakah aku akan menghabiskan umurku dalam kesendirian di antara 4 tembok tanpa dapat mendengarkan suara anggota keluargaku yang lain?

Ia segera memanggil pembantunya…dan dengan cepat ia segera memindahkan semua perabotan yang ada di kamar untuk menerima tamu-kamar yang biasanya paling indah-ke kamar mertuanya di halaman dan mengganti isinya dengan semua perabotan yang ada di kamar mertuanya. Dan ketika suaminya kembali, ia benar-benar terkejut dengan surprise itu.

“Mengapa tiba-tiba terjadi perubahan seperti ini?” tanyanya.

Ia menjawab dengan air mata yang terus menerus mengalir di matanya:

“Aku memilih kamar terindah untuk kelak kita, aku dan engkau, tinggali jika Allah memberikan umur panjang kepada kita dan kita tidak lagi mampu bergerak…Biarlah para tamu saja yang tidur di kamar pekarangan rumah itu…”

Suaminya pun memahami apa yang ia maksudkan. Ia memujinya atas semua yang dilakukannya untuk ayahnya yang terus memandang mereka sembari tersenyum penuh keridhaan.

Sedang si bungsu kemudian adalah…menghapus gambarnya dan tersenyum.

Sumber : “Chicken Shoup For Muslim, Penerbit Sukses Publishing Hal. 20-23 via

Demikian tadi kawan artikel mengenai Kamar Untuk Orang Tua

Saturday, 2 July 2011

Sebuah Renungan Untuk Para Istri

Renungan Untuk Istri

Wahai sang Istri .... Apakah akan membahayakan dirimu, kalau anda menemui suamimu dengan wajah yang berseri, dihiasi senyum yang manis di saat dia masuk rumah.? Apakah memberatkanmu, apabila anda menghapus debu dari wajahnya, kepala, dan baju serta mengecup pipinya.?!!

Apakah anda akan merasa sulit, jika anda menunggu sejenak di saat dia memasuki rumah, dan tetap berdiri sampai dia duduk.!!!

Mungkin tidak akan menyulitkanmu, jika anda berkata kepada suami : Alhamdulillah atas keselamatan Kanda, kami sangat rindu kedatanganmu, selamat datang kekasihku.


Berdandanlah untuk suamimu -harapkanlah pahala dari Allah di waktu anda berdandan itu, karena Allah itu Indah dan mencintai keindahan- pakailah parfum, dan bermake up-lah, serta pakailah busana yang paling indah untuk menyambut suamimu.

Jauhi dan jauhilah bermuka asam dan cemberut.

Janganlah anda mendengar dan menghiraukan perusak dan pengacau yang akan merusak dan mengacaukan keharmonisanmu dengan suami.

Janganlah selalu tampak sedih dan gelisah, akan tetapi berlindunglah kepada Allah dari rasa gelisah, sedih, malas dan lemah.

Janganlah berbicara terhadap laki-laki lain dengan lemah-lambut, sehingga menyebabkan orang yang di hatinya ada penyakit mendekatimu dan mengira hal-hal yang jelek terhadap dirimu.

Selalulah berada dalam keadaan lapang dada, hati tentram, dan ingat kepada Allah setiap saat.

Ringankanlah suamimu dari setiap keletihan, kepedihan dan musibah serta kesedihan yang menimpanya.

Suruhlah suamimu untuk berbakti kepada ibu bapaknya.

Didiklah anak-anakmu dengan baik. Isilah rumah dengan tasbih, tahlil, tahmid, dan takbir, perbanyaklah membaca Al-Quran terutama surat Al-Baqarah, karena surat itu dapat mengusir syeitan.

Hilangkanlah dari rumahmu foto-foto, alat-alat musik dan alat-alat yang bisa merusak agama.

Bangunkanlah suamimu untuk melaksanakan shalat malam, doronglah dia untuk melakukan puasa sunat, ingatkan dia akan keutamaan bersedekah, dan jangan anda menghalanginya untuk menjalin hubungan siraturrahim dengan karib kerabatnya.

Perbanyaklah beristighfar untuk dirimu, suamimu, serta kedua orang tua dan seluruh kaum muslimin. Berdoalah kepada Allah, agar dianugerahkan keturunan yang baik, niat yang baik serta kebaikan dunia dan akhirat.
Ketahuilah sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar doa dan mencintai orang yang nyinyir dalam meminta.
Allah berfirman : Dan Rabbmu berkata : serulah Aku niscaya Aku penuhi doamu
(Al-Ghafir : 60).
Diambil dari kitab Fiqh pergaulan suami istri oleh Syeikh Mushtofa Al Adawi.

Sumber Artikel : www.perpustakaan-islam.com

Friday, 29 April 2011

Indahnya Malam Pertama


Satu hal sebagai bahan renungan Kita...
Tuk merenungkan indahnya malam pertama
Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawi semata
Bukan malam pertama masuk ke peraduan Adam Dan Hawa

Justru malam pertama perkawinan kita dengan Sang Maut
Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara

Hari itu...mempelai sangat dimanjakan
Mandipun...harus dimandikan
Seluruh badan Kita terbuka....
Tak Ada sehelai benangpun menutupinya. .
Tak Ada sedikitpun rasa malu...
Seluruh badan digosok Dan dibersihkan
Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan
Bahkan lubang - lubang itupun ditutupi kapas putih...
Itulah sosok Kita....
Itulah jasad Kita waktu itu

Setelah dimandikan.. .,
Kitapun kan dipakaikan gaun cantik berwarna putih
Kain itu ....jarang orang memakainya..
Karena bermerk sangat terkenal bernama Kafan
Wewangian ditaburkan ke baju Kita...
Bagian kepala..,badan. .., Dan kaki diikatkan
Tataplah.... tataplah. ..itulah wajah Kita
Keranda pelaminan... langsung disiapkan
Pengantin bersanding sendirian...

Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga
Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul
Kita diiringi langkah gontai seluruh keluarga
Serta rasa haru para handai taulan
Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah Dzikir
Akad nikahnya bacaan talkin...
Berwalikan liang lahat..
Saksi - saksinya nisan-nisan. .yang tlah tiba duluan
Siraman air mawar..pengantar akhir kerinduan

Dan akhirnya.... . Tiba masa pengantin..
Menunggu Dan ditinggal sendirian...
Tuk mempertanggungjawab kan seluruh langkah kehidupan
Malam pertama bersama KEKASIH..
Ditemani rayap - rayap Dan cacing tanah
Di kamar bertilamkan tanah..
Dan ketika 7 langkah tlah pergi....
Kitapun kan ditanyai oleh sang Malaikat...
Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...
Ataukah Kita kan memperoleh Siksa Kubur.....
Kita tak tahu....Dan tak seorangpun yang tahu....
Tapi anehnya Kita tak pernah galau ketakutan... ..
Padahal nikmat atau siksa yang kan kita terima
Kita sungkan sekali meneteskan air mata...
Seolah barang berharga yang sangat mahal...

Dan Dia Kekasih itu.. Menetapkanmu ke syurga..
Atau melemparkan dirimu ke neraka..
Tentunya Kita berharap menjadi ahli syurga...
Tapi....tapi .....sudah pantaskah sikap kita selama ini...
Untuk disebut sebagai ahli syurga

Sumber : dmrulirubrik.blogspot.com

Tuesday, 15 February 2011

Ikhlas dan Bahaya Riya’

Al Ustadz Abu Abdul Muhsin Firanda Andirja

Penyakit Riya’ dan Gila Popularitas (Hadits ke-1 Arba’in An-Nawawi)

“Dari Amirul mu’minin Umar bin Al-Khotthob rodiallahu’anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya amalan-amalan itu berdasarkan niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan, maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya adalah kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena untuk menggapai dunia atau wanita yang hendak dinikahinya maka hijrahnya kepada apa yang hijrahi”.
(HR. Al-Bukhari: 1).


Berkata Abdurrahman bin Mahdi, “Kalau seandainya aku menulis sebuah kitab yang terdiri atas bab-bab maka aku akan menjadikan hadits Umar bin Al-Khattab yaitu hadits Al A’maalu bin Niyyaat di setiap bab”
(Jami’ul Ulum 1/8).

Imam Asy-Syafi’i berkata, “Hadits ini adalah sepertiga ilmu” (Jami’ul ‘Ulum 1/9).

Imam Ahmad berkata, “Pokok-pokok Islam ada tiga hadits, hadits Umar rodiallahu’anhu, ”Hanya saja amal-amal itu berdasarkan niatnya”, hadits ‘Aisyah rodiallahu’anha, Barangsiapa yang berbuat perkara-perkara yang baru dalam agama ini yang bukan dari agama maka ia tertolak” dan hadits Nu’man bin Basyir rodiallahu’anhu ”Yang halal jelas dan yang haram jelas”.
(Jami’ul ‘Ulum 1/9).

Sesungguhnya pembahasan tentang ikhlas adalah pembahasan yang sangat penting yang berkaitan dengan agama Islam yang hanif (lurus) ini, hal dikarenakan tauhid adalah inti dan poros dari agama dan Allah tidaklah menerima kecuali yang murni diserahkan untukNya sebagaimana firman Allah, “Hanyalah bagi Allah agama yang murni”.
(QS. Az-Zumar : 3).

Maka perkara apa saja yang merupakan perkara agama Allah jika hanya diserahkan kepada Allah maka Allah akan menerimanya, adapun jika diserahkan kepada Allah dan juga diserahkan kepada selain Allah (siapapun juga ia) maka Allah tidak akan menerimanya, karena Allah tidak menerima amalan yang diserikatkan, Dia hanyalah meneriman amalan agama yang kholis (murni) untukNya. Allah akan menolak dan mengembalikan amalan tersebut kepada pelakunya bahkan Allah memerintahkannya untuk mengambil pahala (ganjaran) amalannya tersebut kepada yang dia syarikatkan.

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, yang artinya: Allah berfirman “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada syarikat, maka barangsiapa yang beramal suatu amalan untuku lantas ia mensyerikatkan amalannya tersebut (juga) kepada selainku maka Aku berlepas diri darinya dan ia untuk yang dia syarikatkan”
(HR. Ibnu Majah 2/1405 no. 4202, dan ia adalah hadits yang shahih, sebagaimana perkataan Syaikh Abdul Malik Ar-Romadhoni, adapun lafal Imam Muslim (4/2289 no 2985) adalah, “aku tinggalkan dia dan ksyirikannya”).

Berkata Syaikh Sholeh Alu Syaikh, “Lafal ‘amalan’ disini adalah nakiroh dalam konteks kalimat syart maka memberi faedah keumuman sehingga mencakup seluruh jenis amalan kebaikan baik amalan badan, amalan harta. Maupun amalan yang mengandung amalan badan dan amalan harta (seperti haji dan jihad)”.
(At-Tamhid hal. 401).

Definisi ikhlas menurut etimologi (menurut peletakan bahasa)

Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya. Dikatakan bahwa “madu itu murni” jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran dari luar, dan dikatakan “harta ini adalah murni untukmu” maksudnya adalah tidak ada seorangpun yang bersyarikat bersamamu dalam memiliki harta ini. Hal ini sebagaimana firman Allah tentang wanita yang menghadiahkan dirinya untuk Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,

Dan perempuan mu’min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu’min. (QS. Al Ahzaab: 50).

Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. An Nahl: 66).

Maka tatkala mereka berputus asa daripada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua diantara mereka: “Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya”. (QS. Yusuf: 80). Yaitu para saudara Yusuf menyendiri untuk saling berbicara diantara mereka tanpa ada orang lain yang menyertai pembicaraan mereka.

Definisi ikhlas menurut istilah syar’i (secara terminologi)
Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah sama. Diantara mereka ada yang mendefenisikan bahwa ikhlas adalah “menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah”, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia. Ada yang mengatakan juga bahwa ikhlas adalah “membersihkan amalan dari komentar manusia”, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu. Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu bahwasanya engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang seharusnya yang diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak menjadikan perhatiannya kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya tergantung dengan komentar manusia, namun hendaknya ia menjadikan perhatiannya kepada Robb manusia, karena yang jadi patokan adalah keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia tidak meridhoimu).

Ada juga mengatakan bahwa ikhlas adalah “samanya amalan-amalan seorang hamba antara yang nampak dengan yang ada di batin”, adapun riya’ yaitu dzohir (amalan yang nampak) dari seorang hamba lebih baik daripada batinnya dan ikhlas yang benar (dan ini derajat yang lebih tinggi dari ikhlas yang pertama) yaitu batin seseoang lebih baik daripada dzohirnya, yaitu engkau menampakkan sikap baik dihadapan manusia adalah karena kebaikan hatimu, maka sebagaimana engkau menghiasi amalan dzohirmu dihadapan manusia maka hendaknya engkaupun menghiasi hatimu dihadapan Robbmu.

Ada juga yang mengatakan bahwa ikhlas adalah, “melupakan pandangan manusia dengan selalu memandang kepada Allah”, yaitu engkau lupa bahwasanya orang-orang memperhatikanmu karena engkau selalu memandang kepada Allah, yaitu seakan-akan engkau melihat Allah yaitu sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang ihsan “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya dan jika engkau tidak melihatNya maka sesungguhnya Ia melihatmu”. Barangsiapa yang berhias dihadapan manusia dengan apa yang tidak ia miliki (dzohirnya tidak sesuai dengan batinnya) maka ia jatuh dari pandangan Allah, dan barangsiapa yang jatuh dari pandangan Allah maka apalagi yang bermanfaat baginya? Oleh karena itu hendaknya setiap orang takut jangan sampai ia jatuh dari pandangan Allah karena jika engkau jatuh dari pandangan Allah maka Allah tidak akan perduli denganmu dimanakah engkau akan binasa, jika Allah meninggalkan engkau dan menjadikan engkau bersandar kepada dirimu sendiri atau kepada makhluk maka berarti engkau telah bersandar kepada sesuatu yang lemah, dan terlepas darimu pertolongan Allah, dan tentunya balasan Allah pada hari akhirat lebih keras dan lebih pedih. (Dari ceramah beliau yang berjudul ikhlas. Definisi-definisi ini sebagaimana juga yang disampaikan oleh Ahmad Farid dalam kitabnya “Tazkiyatun Nufus” hal. 13).

Berkata Syaikh Abdul Malik, “Ikhlas itu bukan hanya terbatas pada urusan amalan-amalan ibadah bahkan ia juga berkaitan dengan dakwah kepada Allah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam saja (tetap) diperintahkan oleh Allah untuk ikhlas dalam dakwahnya”.

Katakanlah, “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”
(QS. Yusuf: 108).

Yaitu dakwah hanyalah kepada Allah bukan kepada yang lainnya, dan dakwah yang membuahkan keberhasilan adalah dakwah yang dibangun karena untuk mencari wajah Allah. Aku memperingatkan kalian jangan sampai ada diantara kita dan kalian orang-orang yang senang jika dikatakan bahwa kampung mereka adalah kampung sunnah, senang jika masjid-masjid mereka disebut dengan masjid-masjid ahlus sunnah, atau masjid mereka adalah masjid yang pertama yang menghidupkan sunnah ini dan sunnah itu, atau masjid pertama yang menghadirkan para masyayikh salafiyyin dalam rangka mengalahkan selain mereka, namun terkadang mereka tidak sadar bahwa amalan mereka hancur dan rusak padahal mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat yang sebaik-baiknya.

Dan ini adalah musibah yang sangat menyedihkan yaitu syaitan menggelincirkan seseorang sedikit-demi sedikit hingga terjatuh ke dalam jurang sedang ia menyangka bahwa ia sedang berada pada keadaan yang sebaik-baiknya. Betapa banyak masjid yang aku lihat yang Allah menghancurkan amalannya padahal dulu jemaahnya dzohirnya berada di atas sunnah karena disebabkan rusaknya batin mereka, dan sebab berlomba-lombanya mereka untuk dikatakan bahwa jemaah masjid adalah yang pertama kali berada di atas sunnah, hendaknya kalian berhati-hati…”
(Dari ceramah beliau yang berjudul ikhlas).

Syuhroh (Popularitas)


Ketenaran (popularitas) memang mahal harganya. Betapa banyak orang yang rela mengorbankan banyak harta benda hanya karena untuk memperoleh ketenaran. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para penyanyi, ataupun para bintang film. Mereka selalu berusaha tampil beda agar bisa menarik perhatian umat dunia.

Bahkan ada yang rela untuk melakukan hal-hal yang aneh dan yang diharamkan oleh Allah hanya untuk memperoleh popularitas (sebagaimana penulis membaca pengakuan seorang wanita yang rela untuk berfoto setengah telanjang -bukan setengah lagi, tapi 90%, karena hanya tersisa beberapa utas benang atau secarik kain yang menutupi tubuhnya, “awas jangan dibayangkan!!”-, padalah dia hanya dibayar sangat rendah. Dia mengaku bahwasanya semua itu agar dia menjadi tenar. Na’udzu billahi min dzalik), yang toh setelah perjuangan dan pengorbanannya tersebut dia belum tentu tersohor. Kalaupun terkenal, toh belum tentu bertahan lama. Namun bagaimanapun popularitas merupakan sesuatu impian yang didambakan oleh banyak manusia (kafir maupun muslim).

Sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini. Hampir seluruh keanehan-keanehan yang dilakukan oleh manusia sesungguhnya dikarenakan cinta popularitas. Kita lihat ada orang yang mengecet rambutnya bewarna warni, ada yang kepalanya setengah gundul dan setengahnya rambutnya panjang hingga bahunya dan dicat hijau (sebagaimana yang pernah dilihat oleh Syaikh Abdur Rozaq), ada yang rambutnya cuma ditengah saja panjang adapun sisanya gundul (sebagaimana penulis pernah lihat seorang dari tanah air yang model cukurannya seperti itu padahal dia lagi umroh), ada yang dipotong seperti warna macan tutul (botak gundul, botak gundul), ada yang tengahnya gundul dan kanan kiri kepalanya ada rambutnya, ada yang seluruh kepalanya gundul namun tersisia satu pelintiran yang panjang sekali, dan model-model yang lainnya yang banyak sekali dan aneh-aneh.

Ini, padahal baru masalah rambut, belum masalah telinga, hiasan leher, apalagi model pakaian. Yang semua ini hanyalah dilakukan demi ketenaran. Demi Allah, seandainya salah mereka itu tinggal di hutan yang tidak ada manusianya sama sekali kecuali dia sendiri, dan dia hanya berteman binatang dan pepohonan, demi Allah dia tidak akan melakukan hal-hal aneh yang telah dia lakukan, karena tidak ada manusia yang memperhatikannya. Kalau dia tetap aneh juga maka dia akan terkenal diantara para hewan. Popularitas merupakan kenikmatan dunia yang mahal harganya.

Penyakit cinta ketenaran ternyata tidak hanya menimpa orang awam saja yang tidak mengetahui perkara-perkara agama, namun juga menjangkiti para ahli ibadah dan para penuntut ilmu syar’i. Walaupun memang bentuknya berbeda, namun hakekatnya sama adalah cinta popularitas. Ahli ibadah juga pingin kesungguhannya dalam beribadah diketahui oleh para ahli ibadah yang lain, ahli ilmu pun ingin orang lain tahu bahwasanya dia adalah seorang yang pandai, sehingga akhirnya martabatnya tinggi dihadapan manusia. Penyakit inilah yang dalam kamus agama disebut penyakit riya’ (pingin dilihat orang) dan sum’ah (pingin didengar orang).

Manusia begitu bersemangat untuk menutupi kejelekan-kejelekan mereka, mereka tutup sebisa mungkin, kejelekan sekecil apapun, dibungkus rapat jangan sampai ketahuan. Hal ini dikarenakan mereka menginginkan mendapatkan kehormatan dimata manusia. Dengan terungkapnya kejelekan yang ada pada mereka maka akan turun kedudukan mereka di mata manusia. Seandainya mereka juga menutupi kebaikan-kebaikan mereka, -sekecil apapun kebaikan itu, jangan sampai ada yang tahu, siapapun orangnya (saudaranya, sahabat karibnya, guru-gurunya, anak-anaknya, bahkan istrinya) tidak ada yang mengetahui kebaikannya- , tentunya mereka akan mencapai martabat mukhlisin (orang-orang yang ikhlas).

Mereka berusaha sekuat mungkin agar yang hanya mengetahui kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan hanyalah Allah. Karena mereka hanya mengharapkan kedudukan di sisi Allah. Berkata Abu Hazim Salamah bin Dinar “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.”
(Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni , “Diriwayatkan oleh Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa At-Tarikh (1/679), dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/240), dan Ibnu ‘Asakir dalam tarikh Dimasyq (22/68), dan sanadnya sohih”. Lihat Sittu Duror hal. 45).

Dalam riwayat yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman no 6500 beliau berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu, dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu, sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk neraka) atau orang yang bahagia (masuk surga)”.

Berkata Syaikh Abdul Malik, “Namun mengapa kita tidak melaksanakan wasiat Abu Hazim ini?? Kenapa??, hal ini menunjukan bahwa keikhlasan belum sampai ke dalam hati kita sebagaimana yang dikehendaki Allah” (Dari ceramah beliau yang berjuduk ikhlas).

Oleh karena itu banyak para imam salaf yang benci ketenaran. Mereka senang kalau nama mereka tidak disebut-sebut oleh manusia. Mereka senang kalau tidak ada yang mengenal mereka. Hal ini demi untuk menjaga keihlasan mereka, dan karena mereka kawatir hati mereka terfitnah tatkala mendengar pujian manusia.

Berkata Hammad bin Zaid: “Saya pernah berjalan bersama Ayyub (As-Sikhtyani), maka diapun membawaku ke jalan-jalan cabang (selain jalan umum yang sering dilewati manusia-pen), saya heran kok dia bisa tahu jalan-jalan cabang tersebut ?! (ternyata dia melewati jalan-jalan kecil yang tidak dilewati orang banyak) karena takut manusia (mengenalnya dan) mengatakan, “Ini Ayyub”
(Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni: “Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad (7/249), dan Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa At-Tarikh (2/232), dan sanadnya shahih.” (Sittu Duror hal 46)).

Berkata Imam Ahmad: “Aku ingin tinggal di jalan-jalan di sela-sela gunung-gunung yang ada di Mekah hingga aku tidak dikenal. Aku ditimpa musibah ketenaran”. (As-Siyar 11/210).

Tatkala sampai berita kepada Imam Ahmad bahwasanya manusia mendoakannya dia berkata: “Aku berharap semoga hal ini bukanlah istidroj”.
(As-Siyar 11/211).

Imam Ahmad juga pernah berkata tatkala tahu bahwa manusia mendoakan beliau: “Aku mohon kepada Allah agar tidak menjadikan kita termasuk orang-orang yang riya”. (As-Siyar 11/211).

Pernah Imam Ahmad mengatakan kepada salah seorang muridnya (yang bernama Abu Bakar) tatkala sampai kepadanya kabar bahwa manusia memujinya: “Wahai Abu Bakar, jika seseorang mengetahui (aib-aib) dirinya maka tidak bermanfaat baginya pujian manusia”.
(As-Siyar 11/211).

Berkata Hammad, “Pernah Ayyub membawaku ke jalan yang lebih jauh, maka akupun perkata padanya, “Jalan yang ini yang lebih dekat”, maka Ayyub menjawab: ”Saya menghindari majelis-majelis manusia (menghindari keramaian manusia-pen)”. Dan Ayyub jika memberi salam kepada manusia, mereka menjawab salamnya lebih dari kalau mereka menjawab salam selain Ayyub. Maka Ayyub berkata: ”Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa saya tidaklah menginginkan hal ini !, Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa saya tidaklah menginginkan hal ini!.” Berkata Syaikh Abdul Malik: ”Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d (7/248) dan Al-Fasawi (2/239), dan sanadnya shahih”. (Sittu Duror hal 47).

Berkata Abu Zur’ah Yahya bin Abi ‘Amr, “Ad-Dlohhak bin Qois keluar bersama manusia untuk sholat istisqo (sholat untuk minta hujan), namun hujan tak kunjung datang, dan mereka tidak melihat adanya awan. Maka beliau berkata: ”Dimana Yazid bin Al-Aswad?” (Dalam riwayat yang lain: Maka tidak seorangpun yang menjawabnya, kemudian dia berkata: ”Dimana Yazid bin Al-Aswad?, Aku tegaskan padanya jika dia mendengar perkataanku ini hendaknya dia berdiri”), maka berkata Yazid :”Saya di sini!”, berkata Ad-Dlohhak: ”Berdirilah!, mintalah kepada Allah agar menurunkan hujan bagi kami!”. Maka Yazid pun berdiri dan menundukan kepalanya diantara dua bahunya, dan menyingsingkan lengan banjunya lalu berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya para hambaMu memintaku untuk berdoa kepadaMu”. Lalu tidaklah dia berdoa kecuali tiga kali kecuali langsung turunlah hujan yang deras sekali, hingga hampir saja mereka tenggelam karenanya. Kemudian dia berkata: ”Ya Allah, sesungguhnya hal ini telah membuatku menjadi tersohor, maka istirahatkanlah aku dari ketenaran ini”, dan tidak berselang lama yaitu seminggu kemudian diapun meninggal.”
Lihat takhrij kisah ini secara terperinci dalam buku Sittu Duror karya Syaikh Abdul Malik Romadloni hal. 47.

Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana Yazid Al-Aswad merasa tidak tentram dengan ketenarannya bahkan dia meminta kepada Allah agar mencabut nyawanya agar terhindar dari ketenarannya. Ketenaran di mata Yazid adalah sebuah penyakit yang berbahaya, yang dia harus menghindarinya walaupun dengan meninggalkan dunia ini. Allahu Akbar.. ! inilah akhlak salaf

(Berkata Guru kami Syaikh Abdul Qoyyum, “Adapun orang-orang yang memerintahkan para pengikutnya atau rela para pengikutnya mencium tangannya lalu ia berkata bahwa ia adalah wali Allah maka ia adalah dajjal”). Namun banyak orang yang terbalik, mereka malah menjadikan ketenaran merupakan kenikmatan yang sungguh nikmat sehingga mereka berusaha untuk meraihnya dengan berbagai macm cara.

Dari Abu Hamzah Ats-Tsumali, beliau berkata: ”Ali bin Husain memikul sekarung roti diatas pundaknya pada malam hari untuk dia sedekahkan, dan dia berkata, ”Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi memadamkan kemarahan Allah”. Ini merupakan hadits yang marfu’ dari Nabi, yang diriwayatkan dari banyak sahabat, seperti Abdullah bin Ja’far, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu “Abbas, Ibnu Ma’ud, Ummu Salamah, Abu Umamah, Mu’awiyah bin Haidah, dan Anas bin Malik. Berkata Syaikh Al-Albani: ”Kesimpulannya hadits ini dengan jalannya yang banyak serta syawahidnya adalah hadits yang shahih, tidak diragukan lagi. Bahkan termasuk hadits mutawatir menurut sebagian ahli hadits muta’akhirin”
(As-Shohihah 4/539, hadits no. 1908).

Dan dari ‘Amr bin Tsabit berkata, ”Tatkala Ali bin Husain meninggal mereka memandikan mayatnya lalu mereka melihat bekas hitam pada pundaknya, lalu mereka bertanya: ”Apa ini”, lalu dijawab: ”Beliau selalu memikul berkarung-karung tepung pada malam hari untuk diberikan kepada faqir miskin yang ada di Madinah”.

Berkata Ibnu ‘Aisyah: ”Ayahku berkata kepadaku: ”Saya mendengar penduduk Madinah berkata: ”Kami tidak pernah kehilangan sedekah yang tersembunyi hingga meninggalnya Ali bin Husain” Lihat ketiga atsar tersebut dalam Sifatus Sofwah (2/96), Aina Nahnu hal. 9.

Lihatlah bagaimana Ali bin Husain menyembunyikan amalannya hingga penduduk Madinah tidak ada yang tahu, mereka baru tahu tatkala beliau meninggal karena sedekah yang biasanya mereka terima di malam hari berhenti, dan mereka juga menemukan tanda hitam di pundak beliau.

Seseorang bertanya pada Tamim Ad-Dari ”Bagaimana sholat malam engkau”, maka marahlah Tamim, sangat marah, kemudian berkata, “Demi Allah, satu rakaat saja sholatku ditengah malam, tanpa diketahui (orang lain), lebih aku sukai daripada aku sholat semalam penuh kemudian aku ceritakan pada manusia”
(Dinukil dari kitab Az- Zuhud, Imam Ahmad).

Tidak seorangpun diantara kita yang meragukan akan kesungguhan para sahabat dalam beribadah. Namun walaupun demikian, mereka tidaklah ujub, atau memamerkan amalan mereka kapada manusia, jauh sekali dengan kita. Adapun sebagian kita (atau sebagian besar, atau seluruhnya (kecuali yang dirahmati oleh Allah), Allahu Al-Musta’an, sudah amalannya sedikit, namun diceritakan kemana-mana (Bahkan kalau bisa orang sedunia mengetahuinya). Ada yang berkata, ”Dakwah saya disana…, disini…”, ada juga yang berkata,”Yang menghadiri majelis saya jumlahnya sekian dan sekian…” (padahal kalau dihitung belum tentu sebanyak yang disebutkan, atau memang benar yang hadir majelisnya banyak tetapi tidak selalu.

Terkadang yang hadir dalam sebagian majelisnya cuma sedikit, namun tidak dia ceritakan, atau yang hadir banyak tapi pada ngantuk semua, juga tidak dia ceritakan. Pokoknya dia ingin gambarkan pada manusia bahwa dia adalah da’i favorit), ada yang berkata, “Saya sudah baca kitab ini, kitab itu.. hal ini sebagaimana termuat dalam kitab ini atau kitab itu…”(padahal belum tentu satu kitabpun dia baca dari awal hingga akhir, atau bahkan belum tentu dia baca sama sekali secara langsung kitab itu. Namun dia ingin gambarkan pada manusia bahwa mutola’ahnya banyak, agar mereka tahu bahwa dia adalah orang yang berilmu dan gemar membaca). Yang mendorong ini semua adalah karena keinginan mendapat penghargaan dan penghormatan dari manusia.

Lihatlah Tamim Ad-Dari tidak membuka pintu yang bisa mengantarkannya terjatuh dalam riya, sehingga dia tidak mau menjawab orang yang bertanya tentang ibadahnya. Namun sebaliknya, sebagian kaum muslimin sekarang justru menjadikan kesempatan pertanyaan seperti itu untuk bisa menceritakan seluruh ibadahnya, bahkan menanti-nanti untuk ditanya tentang ibadahnya, atau dakwahnya, atau perkara yang lainnya.

Ayyub As-Sikhtiyani sholat sepanjang malam, dan jika menjelang fajar maka dia kembali untuk berbaring di tempat tidurnya. Dan jika telah terbit fajar maka diapun mengangkat suaranya seakan-akan dia baru saja bangun pada saat itu.
(Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/8).

Berkata Muhammad bin A’yun, ”Aku bersama Abdullah bin Mubarok dalam peperangan di negeri Rum. Tatkala kami selesai sholat isya’ Ibnul Mubarok pun merebahkan kepalanya untuk menampakkan padaku bahwa dia sudah tertidur. Maka akupun –bersama tombakku yang ada ditanganku- menggenggam tombakku dan meletakkan kepalaku diatas tombak tersebut, seakan-akan aku juga sudah tertidur. Maka Ibnul Mubarok menyangka bahwa aku sudah tertidur, maka diapun bangun diam-diam agar tidak ada sorangpun dari pasukan yang mendengarnya lalu sholat malam hingga terbit fajar.

Dan tatkala telah terbit fajar maka diapun datang untuk membagunkan aku karena dia menyangka aku tidur, seraya berkata “Ya Muhammad bangunlah!”, Akupun berkata: ”Sesungguhnya aku tidak tidur”. Tatkala Ibnul Mubarok mendengar hal ini dan mengetahui bahwa aku telah melihat sholat malamnya maka semenjak itu aku tidak pernah melihatnya lagi berbicara denganku. Dan tidak pernah juga ramah padaku pada setiap peperangannya. Seakan-akan dia tidak suka tatkala mengetahui bahwa aku mengetahui sholat malamnya itu, dan hal itu selalu nampak di wajahnya hingga beliau wafat. Aku tidak pernah melihat orang yang lebih menymbunyikan kebaikan-kebaikannya daripada Ibnul Mubarok”
(Al-Jarh wa At-Ta’dil, Ibnu Abi Hatim 1/266).

Wahai saudaraku, ketahuilah… sesungguhnya ikhlas adalah sesuatu yang sangat berat, penuh perjuangan untuk bisa meraihnya. Pintu-pintu yang bisa dimasuki syaitan untuk bisa merusak keikhlasan kita terlalu banyak. Tatkala kita sedang beramal maka syaitanpun berusaha untuk bisa menjadikan kita riya’, kalau tidak bisa menjadikan kita riya’ di permulaan amal, maka dia akan berusaha agar kita riya’ di pertengahan amal. Kalau tidak mampu lagi maka di akhir amalan kita. Oleh karena itu kita dapati para salaf dahulu memngecek niat mereka ditengah amalan mereka, apakah masih tetap ikhlas atau sudah berubah?.

Diriwayatkan dari Sualaiman bin Dawud Al-Hasyimi: ”Terkadang saya menyampaikan sebuah hadits dan niat saya ikhlas, (namun) tatkala saya sampaikan sebagian hadits tersebut berubahlah niat saya, ternyata satu hadits saja membutuhkan banyak niat” Disebutkan oleh Al-Khotib Al-Bagdadi dalam Tarikh beliau (9/31), Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal (11/412), dan Ad-Dazahabi dalam Siyar (10/625), lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal 83, tahqiq Al-Arnauth).

Lihatlah bagaimana hati-hatinya salaf dalam menjaga niat mereka, untuk bisa menyampaikan satu hadits saja (yang mungkin hanya beberapa buah kata) dia memperhatikan niatnya berulang-ulang. Bagaimana dengan kita sekarang? Bukan cuma berpuluh-puluh kata yang kita lontarkan, bahkan beribu-ribu kata (tatkala mengisi pengajian, atau memberi pendapat atau nasehat tatkala diminta, atau yang lainnya…) pernahkah kita mengecek niat kita disela-sela pembicaraan kita??.

Terkadang seseorang di awal sedang mengisi pengajian, dia mendapati niatnya ikhlas. Namun tatkala di tengah pengajian, disaat dia memandang bagaimana para pendengarnya terkagum-kagum dengan kefasihannya melontarkan dalil disaat itulah syaitan berperan aktif untuk merubah niatnya. Waspadalah wahai para saudaraku… sesungguhnya hanya sedikit yang selamat dari tipu daya syaitan.

Sungguh benarlah perkataan Sufyan Ats-Tsauri, ”Saya tidak pernah menghadapi sesuatu yang lebih berat daripada niat, karena niat itu berbolak-balik (berubah-ubah)” (Hilyatul Auliya (7/ hal 5 dan 62), lihat Jami’ul ‘Ulul wal Hikam hal 70, tahqiq Al-Arnauth).

Kalau seseorang telah selamat dari tipu daya syaitan hingga selesai amalnya, ingatlah…syaitan tidak putus asa. Dia mulai menggelitik hati orang tersebut dan merayu orang tersebut untuk menceritakan amalan solehnya pada manusia, dan syaitan menipunya dengan berkata, ”Ini bukanlah riya…, supaya kamu bisa dicontohi manusia…”. Akhirnya terjebaklah orang tersebut dan diapun mengungkapkan kebaikan-kebaikannya dihadapan orang, maka bisa jadi diapun menceritakan kabaikan-kebaikannya pada manusia karena riya’, maka ini merupakan kecelakaan baginya, atau kalau tidak maka minimal pahalanya berkurang. Karena pahala amalan yang sirr (disembunyikan) lebih baik daripada amalan yang diketahui orang lain.

Allah berfirman, yang artinya:“Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”
(QS. Al-Baqoroh: 271).

Berkata Ibnu Kasir dalam Tafsirnya, ”Asalnya isror (amalan secara tersembunyi tanpa diketahui orang lain) adalah lebih afdol dengan dalil ayat ini dan hadits dalam shohihain (Bukhori dan Muslim) dari Abu Huroiroh, beliau berkata: “Berkata Rasulullah : ”Tujuh golongan yang berada dibawah naungan Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, Imam yang adil, dan seorang yang bersedekah lalu dia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya”
Diriwayatkan oleh Al-Bukhori (1423) dan Muslim (2377).

Berkata Imam Nawawi: ”Berkata para Ulama bahwanya penyebutan tangan kanan dan kiri menunjukan kesungguhan dan sangat dismbunyikannya serta tidak diketuhinya sedekah. Perumpamaan dengan kedua tangan tersebut karena dekatnya tangan kanan dengan tangan kiri, dan tangan kanan selalu menyertai tangan kiri. Dan maknanya adalah seandainya tangan kiri itu seorang laki-laki yang terjaga maka dia tidak akan mengetahui apa yang diinfak oleh tangan kanan karena saking disembunyikannya.”
(Al-Minhaj 7/122), hal ini juga sebagaimana penjelasan Ibnu Hajr (Al-Fath 2/191).

Rosulullah bersabda: ”Tatkala Allah menciptakan bumi, bumi tersebut bergoyang-goyang, maka Allah pun menciptakan gunung-gunung kalau Allah lemparkan gunung-gunung tersebut di atas bumi maka tenanglah bumi. Maka para malaikatpun terkagum-kagum dengan penciptaan gunung, mereka berkata, ”Wahai Tuhan kami, apakah ada dari makhluk Mu yang lebih kuat dari gunung?” Allah berkata, “Ada yaitu besi”. Lalu mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada dari makhlukMu yang lebih kuat dari besi?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu api.”, mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhluk Mu yang lebih kuat dari pada api?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu air”, mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhlukMu yang lebih kuat dari pada air?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu air” mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhlukMu yang lebih kuat dari pada air?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu angin” mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhlukMu yang lebih kuat dari pada angin?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu seorang anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya lalu dia sembunyikan agar tidak diketahui tangan kanannya”. Diriwayatkan oleh Imam Ahamad dalam Musnadnya 3/124 dari hadits Anas bin Malik. Berkata Ibnu Hajar, ”Dari hadits Anas dengan sanad yang hasan marfu’”
(Al-Fath 2/191).

Sungguh benar orang yang berkata, “Jangan heran kalau engkau melihat seorang yang bisa jalan di atas air, karena syaitan juga bisa berjalan di atas air. Janganlah heran kalau engkau melihat seorang yang berjalan terbang diudara, karena syaitan juga bisa terbang di udara. Tapi heranlah engkau jika engkau melihat seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya namun tangan kirinya tidak mengetahuinya, karena syaitan tidak bersedekah (apalagi dengan ikhlas) (Untaian kalimat ini, penulis tidak mengetahui siapa yang mengucapkannya. Namun penulis pernah mendengarnya dari seorang petugas penjaga mushola dikapal laut, tatkala menyampaikan nasehat pada awak penumpang kapal. Mungkin saja dialah yang mengucapkan perkataan ini pertama kali. Namun bagaimanapun perkataan ini benar maknanya jika ditinjau dari kacamata syar’i, Wallahu A’lam).

Ingat perkataan Ibnul Qoyyim, “Tidaklah akan berkumpul keikhlasan dalam hati bersama rasa senang untuk dipuji dan disanjung dan keinginan untuk memperoleh apa yang ada pada manusia kecuali sebagaimana terkumpulnya air dan api…”
(Fawaid Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, hal 423). Wahai Dzat yang membolak-balikan hati-hati (manusia) tetapkanlah hatiku di atas agamaMu.

Hukum menyembunyikan amal


Para ulama menjelaskan bahwa keutamaan menyembunyikan amalan kebajikan (karena hal ini lebih menjauhkan dari riya) itu hanya khusus bagi amalan-amalan mustahab bukan amalan-amalan yang wajib. Berkata Ibnu Hajar: ”At-Thobari dan yang lainnya telah menukil ijma’ bahwa sedekah yang wajib secara terang-terangan lebih afdhol daripada secara tersembunyi. Adapun sedekah yang mustahab maka sebaliknya.”
(Al-Fath 3/365).

Sebagian mereka juga mengecualikan orang-orang yang merupakan teladan bagi masyarakat, maka justru lebih afdhol bagi mereka untuk beramal terang-terangan agar bisa diikuti dengan syarat mereka aman dari riya’, dan hal ini tidaklah mungkin kecuali jika iman dan keyakinan mereka yang kuat.

Imam Al-Iz bin Abdus Salam telah menjelaskan hukum menyembunyikan amalan kebajikan secara terperinci sebagai berikut. Beliau berkata, “Keta’atan (pada Allah) ada tiga:

1. Yang pertama, adalah amalan yang disyariatkan secara dengan dinampakan seperti adzan, iqomat, bertakbir, membaca Quran dalam sholat secara jahr, khutbah-kutbah, amar ma’ruf nahi mungkar, mendirikan sholat jumat dan sholat secara berjamaah, merayakan hari-hari ‘ied, jihad, mengunjungi orang-orang yang sakit, mengantar jenazah, maka hal-hal seperti ini tidak mungkin disembunyikan.

Jika pelaku amalan-amalan tersebut takut riya, maka hendaknya dia berusaha bersungguh-sungguh untuk menolaknya hingga dia bisa ikhlas kemudian dia bisa melaksanakannya dengan ikhlas, sehingga dengan demikian dia akan mendapatkan pahala amalannya dan juga pahala karena kesungguhannya menolak riya, karena amalan-amalan ini maslahatnya juga untuk orang lain.

2. Yang kedua, amalan yang jika diamalkan secara tersembunyi lebih afdhol dari pada jika dinampakkan. Contohnya seperti membaca qiro’ah secara perlahan tatkala sholat (yaitu sholat yang tidak disyari’atkan untuk menjahrkan qiro’ah), dan berdzikir dalam sholat secara perlahan. Maka dengan perlahan lebih baik daripada jika dijahrkan.

3. Yang ketiga, amalan yang terkadang disembunyikan dan terkadang dinampakkan seperti sedekah. Jika dia kawatir tertimpa riya’ atau dia tahu bahwasanya biasanya kalau dia nampakan amalannya dia akan riya’, maka amalan (sedekah) tersebut disembunyikan lebih baik daripada jika dinampakkan.

Adapun orang yang aman dari riya’ maka ada dua keadaannya:

1. Yang pertama
, dia bukanlah termasuk orang yang diikuti, maka lebih baik dia menyembunyikan sedekahnya, karena bisa jadi dia tertimpa riya’ tatkala menampakkan sedekahnya.

2. Yang kedua, dia merupakan orang yang dicontohi, maka dia menampakan sedekahnya lebih baik karena hal itu membantu fakir miskin dan dia akan diikuti. Maka dia telah memberi manfaat kepada fakir miskin dengan sedekahnya dan dia juga menyebabkan orang-orang kaya bersedekah pada fakir miskin karena mencontohi dia, dan dia juga telah memberi manfaat pada orang-orang kaya tersebut karena mengikuti dia beramal soleh.” Qowa’idul Ahkam 1/125 (Sebagaimana dinukil oleh Sulaiman Al-Asyqor dal kitabnya Al-Ikhlash hal 128-129).

Tentunya kita lebih mengetahui diri kita, kita termasuk orang yang aman dari riya atau tidak.

Mengobati penyakit cinta ketenaran

Berkata Abdullah bin Mas’ud, “Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak ada dua orangpun yang berjalan di belakangku, dan kalian pasti akan melemparkan tanah di kepalaku, aku sungguh berangan-angan agar Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil dengan Abdullah bin Rowtsah”.
(Al-Mustadrok 3/357 no. 5382).

Berkata Syaikh Sholeh Alu Syaikh, ((“Untaian kalimat ini adalah madrasah (pelajaran), dan hal ini tidak diragukan lagi karena tersohornya seseorang mungkin terjadi jika orang tersebut memiliki kelebihan diantara manusia, bahkan bisa jadi orang-orang mengagungkannya, bisa jadi orang-orang memujinya, bisa jadi mereka mengikutinya berjalan di belakangnya. Seseorang jika semakin bertambah ma’rifatnya kepada Allah maka ia akan sadar dan mengetahui bahwa dosa-dosanya banyak, dan banyak, dan sangat banyak.

Oleh karena tidaklah suatu hal yang mengherankan jika Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepada Abu Bakar –padahal ia adalah orang yang terbaik dari umat ini dari para sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam – yang selalu membenarkan (apa yang dikabarkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam-pen), yang Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah berkata tentangnya, “Jika ditimbang iman Abu Bakar dibanding dengan iman umat maka akan lebih berat iman Abu Bakar”, namun Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkannya untuk berdo’a di akhir sholatnya, “Robku, sesungguhnya aku telah banyak mendzolimi diriku dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali engkau maka ampunilah aku dengan pengampunanMu”.

Yang mewasiatkan adalah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan yang diwasiatkan adalah Abu Bakar As-Shiddiq. Semakin bertambah ma’rifat seorang hamba kepada Robnya maka ia akan takut kepada Allah, takut kalau ada yang mengikutinya dari belakang, khawatir ia diagungkan diantara manusia, khawatir diangkat-angkat diantara manusia, karena ia mengetahui hak-hak Allah sehingga dia mengetahui bahwa ia tidak akan mungkin menunaikan hak Allah, ia selalu kurang dalam bersyukur kepada Allah, dan ini merupakan salah satu bentuk dosa.

Diantara manusia ada yang merupakan qori’ Al-Qur’an dan tersohor karena keindahan suaranya, keindahan bacaannya, maka orang-orangpun berkumpul di sekitarnya. Diantara manusia ada yang alim, tersohor dengan ilmunya, dengan fatwa-fatwanya, dengan kesholehannya, kewaro’annya, maka orang-orangpun berkumpul di sekelilingnya.

Diantara mereka ada yang menjadi da’i yang terkenal dengan pengorbanannya dan perjuangannya dalam berdakwah maka orang-orang pun berkumpul di sekelilingnya karena Allah telah memberi petunjuk kepada mereka dengan perantaranya. Demikian juga ada yang terkenal dengan sikapnya yang selalu menunaikan amanah, ada yang tersohor dengan sikapnya yang menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, dan demikianlah… Posisi terkenalnya seseorang merupakan posisi yang sangat mudah menggelincirkan seseorang, oleh karena itu Ibnu Mas’ud mewasiatkan kepada dirinya sendiri dengan menjelaskan keadaan dirinya (yang penuh dengan dosa), dan menjelaskan apa yang wajib bagi setiap orang yang memiliki pengikut…

Hendaknya setiap orang yang tersohor (dengan kebaikan) atau termasuk orang yang terpandang untuk selalu merendahkan dirinya diantara manusia dan menampakkan hal itu, bukan malah untuk semakin naik derajatnya di hadapan manusia namun agar semakin terangkat derajatnya di hadapan Allah, dan ini semua kembali kepada keikhlasan, karena diantara manusia ada yang merendahkan dirinya di hadapan manusia namun agar tersohor dan ini adalah termasuk (tipuan) syaitan.

Dan diantara manusia ada yang merendahkan dirinya di hadapan manusia dan Allah mengetahui hatinya bahwasanya ia benar dengan sikapnya itu, ia takut pertemuan dengan Allah, ia takut hari di mana dibalas apa-apa yang terdapat dalam dada-dada, hari di mana nampak apa yang ada disimpan di hati-hati, tidak ada yang tersembunyi di hadapan Allah dan mereka tidak bisa menyembunyikan pembicaraan mereka di hadapan Allah.

Ini adalah pelajaran yang berharga bagi setiap yang dipanuti dan yang mengikuti. Adapun pengikut maka hendaknya ia tahu bahwa orang yang diikutinya itu tidak boleh diagungkan, namun hanyalah diambil faedah darinya berupa syari’at Allah atau faedah yang diambil oleh masyarakat, karena yang diagungkan hanyalah Allah kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Adapun manusia yang lain maka jika mereka baik maka bagi mereka rasa cinta pada diri kita. Dan hendaknya orang yang tersohor untuk selalu takut, rendah, dan mengingat dosa-dosanya, mengingat bahwa ia akan berdiri di hadapan Allah, ingat bahwasanya ia bukanlah orang yang berhak diikuti oleh dua orang di belakangnya.

Oleh karena itu tatkala Abu Bakar dipuji di hadapan manusia maka ia berkutbah setelah itu dan riwayat ini shahih sebagaimana diriwayatkan oleh imam Ahmad dan yang lainnya ia berkata: “Ya Allah jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka persangkakan dan ampunkanlah apa-apa yang mereka tidak ketahui”, ia mengucapkan doa ini dengan keras untuk mengingatkan manusia bahwasanya ia memiliki dosa sehingga mereka tidak berlebih-lebihan kepadanya. Apakah hal ini sebagaimana yang kita lihat pada kenyataan dimana orang yang diagungkan semakin menjadi-jadi agar diagungkan dirinya??, orang yang mengagungkan juga semakin mengagungkan orang yang diikutinya??

Ini bukanlah jalan para sahabat radhiallahu ‘anhum, Umar terkadang ujub dengan dirinya -dan dia adalah seorang khalifah, orang kedua yang dikabarkan dengan masuk surga setelah Abu Bakar-, maka ia pun memikul suatu barang di tengah pasar untuk merendahkan dirinya hingga ia tidak merasa dirinya besar.

Diantara kesalahan-kesalahan adalah sifat ujub (takjub dengan diri sendiri), yaitu seseorang memandang dirinya waw (hebat). Ada diantara salafus shalih yang jika hendak menyampaikan suatu (mau’idzoh) dan jika ia melihat orang-orang berkumpul maka iapun meninggalkan majelis tersebut, kenapa?, karena keselamatan jiwanya lebih utama dibandingkan keselamatan jiwa orang lain, karena ia melihat ramainya orang yang telah berkumpul dan ia menyadari bahwa dirinya mulai merasakan bahwa dirinya senang karena kehadiran mereka, yang pada diam memperhatikannya, dan memperhatikannya, maka iapun mengobati dirinya dengan meninggalkan mereka maka merekapun membicarakannya akibat hal tersebut, Namun yang paling penting adalah keselamatan jiwa dan hatinya dihadapan Allah. Dan keselamatan hatinya lebih utama dibandingkan keselamatan hati orang lain…”)).
(Dari ceramah Syaikh Sholeh Alu Syaikh yang berjudul Waqofaat ma’a kalimaat li Ibni Mas’ud).

Riya itu samar

Sungguh benar sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya riya itu samar sehingga terkadang menimpa seseorang padahal ia menyangka bahwa ia telah melakukan yang sebaik-baiknya. Dikisahkan bahwasanya ada seseorang yang selalu sholat berjama’ah di shaf yang pertama, namun pada suatu hari ia terlambat sehingga sholat di saf yang kedua, ia pun merasa malu kepada jama’ah yang lain yang melihatnya sholat di shaf yang kedua. Maka tatkala itu ia sadar bahwasanya selama ini senangnya hatinya, tenangnya hatinya tatkala sholat di shaf yang pertama adalah karena pandangan manusia.
(Tazkiyatun Nufus hal 15).

Berkata Abu ‘Abdillah Al-Anthoki, “Fudhail bin ‘Iyadh bertemu dengan Sufyan Ats-Tsauri lalu mereka berdua saling mengingat (Allah) maka luluhlah hati Sufyan atau ia menangis. Kemudian Sufyan berkata kepada Fudhail, “Wahai Abu ‘Ali sesungguhnya aku sangat berharap majelis (pertemuan) kita ini rahmat dan berkah bagi kita”, lalu Fudhail berkata kepadanya, “Namun aku, wahai Abu Abdillah, takut jangan sampai majelis kita ini adalah suatu mejelis yang mencelakakan kita “, Sufyan berkata, “Kenapa wahai Abu Ali?”, Fudhail berkata, “Bukankah engkau telah memilih perkataanmu yang terbaik lalu engkau menyampaikannya kepadaku, dan akupun telah memilih perkataanku yang terbaik lalu aku sampaikan kepadamu, berarti engkau telah berhias untuk aku dan aku pun telah berhias untukmu”, lalu Sufyan pun menangis dengan lebih keras daripada tangisannya yang pertama dan berkata, “Engkau telah menghidupkan aku semoga Allah menghidupkanmu”.
(Tarikh Ad-Dimasyq 48/404).

Perhatikanlah wahai saudaraku… sesungguhnya hanyalah orang-orang yang beruntung yang memperhatikan gerak-gerik hatinya, yang selalu memperhatikan niatnya. Terlalu banyak orang yang lalai dari hal ini kecuali yang diberi taufik oleh Allah. Orang-orang yang lalai akan memandang kebaikan-kebaikan mereka pada hari kiamat menjadi kejelekan-kejelekan.

Dan mereka itulah yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya.“Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya.”
(QS. Az Zumar: 48).

“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”
(QS. Al Kahfy: 104).

Maroji’:

1. Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000 masehi
2. Al-Minhaj syarh Sohih Muslim, Imam Nawawi, Dar Al-Ma’rifah
3. Jami Al-‘Ulum wa Al-Hikam, Ibnu Rojab, tahqiq Al-Arnauth
4. Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar, Syaikh Abdul Malik Romadhoni, maktabah Al-Asholah
5. Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm, cetakan pertama
6. Fawaid Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
7. Al-Ikhlash, Sulaiman Al-Asyqor, dar An-Nafais
8. Silsilah Al-Ahadits As-Sohihah, Syaikh Al-Albani
9. Aina Nahnu min Akhlak As-Salaf, Abdul Aziz bin Nasir Al-Jalil, Dar Toibah
10. Waqofaat ma’a kalimaat li Ibni Mas’ud, transkrip dari ceramah Syaikh Sholeh Alu Syaikh
11. Tazkiyatun Nufus, Ahmad Farid

Artikel : muslim.or.id